”NORMA DAN
PRAKTIK BUDAYA DALAM KEHIDUPAN
SEKSUALITAS DAN KEMAMPUAN REPRODUKSI”.
A.
Pengertian
Norma
Norma berasal
dari bahasa latin, yakni norma, yang berarti penyikut atau siku-siku, suatu
alat perkakas yang digunakan oleh tukang kayu. Dari sini kita dapat mengartikan
norma sebagai pedoman, ukuran, aturan atau kebiasaan. Jadi norma ialah sesuatu
yang dipakai untuk sesuatu yang lain
atau sebuah ukuran. Dengan norma ini orang dapat menilai kebaikan atau
keburukan suatu perbuatan. Jadi secara terminology kita dapat mengambil
kesimpulan menjadi dua macam. Pertama, Norma menunjuk suatu teknik. Kedua,
Makna tersebut lebih bersifat normative. Norma yang kita perlukan adalah norma
yang bersifat praktis,
norma yang dapat diterapkan pada perbuatan konkret.
Dengan tidak adanya norma,
kehidupan manusia akan menjadi brutal. Pernyataan tersebut dilatar belakangi
oleh keinginann manusia yang tidak ingin tingkah laku manusia bersifat senonoh.
Dengan demikian, dibutuhkan sebuah norma yang lebih bersifat praktis. Memang
secara bahasa norma agak bersifat normative tetapi itu tidak menutup
kemungkinan pelaksanaannya bersifat praktis. Adapun Norma
dalam kehidupan, yakni :
1. Norma
Agama :
A.
Berasal
dari Tuhan Yang Maha Esa
B. Tercantum dalam kitab suci setiap
agama
C. Pelanggaran terhadap
norma agama merupakan dosa
D. Agar setiap orang
beriman dan bertakwa terhadapTuhannya
E. Agar tercipta
masyarakat yang agamis, tertib, tentram, rukun, damai dan sejahtera.
2. Norma
Masyarakat/sosial :
A. Bersumber dari masyarakat
sendiri
B. Pelanggaran atas norma sosial
berakibat pengucilan dari masyarakat
C. Tujuan norma sosial supaya
tercipta masyarakat yang saling menghormati dan saling menghargai.
3. Norma
Kesusilaan :
A. Berasal dari setiap
manusia
B. Pelanggaran dari norma
ini berakibat penyesalan
C. Dalam kehidupan
sehari-hari sebaiknya setiap individu berusaha agar setiap sikap, ucapan dan
perilakunya selalu dijiwai oleh nilai-nilai atau norma agama, kesopanan dan hukum.
4. Norma
Hukum :
A. Berasal dari Negara
B. Pelanggran atas norma ini berakibat
hukuman sesuai dengan peraturan
C. Pelanggaran norma hukum dalam
masyarakat akan memicu berbagai kerusuhan dan perbuatan amoral yang tidak
bertanggung jawab.
B. Pengertian
Praktik Budaya
Praktik budaya menurut
pengertiannya secara umum adalah norma-norma dalam kebudayaan yang harus
dihormati oleh seorang individu maupun berkelompok, dimana salah satu ketika
seseorang melanggarnya maka ia akan menerima sanksi baik itu secara halus
maupun secara kasar, Contohnya: seperti di
kucilkan, bahkan tak di anggap dari kelompok budaya tersebut yang dapat membuat
orang tersebut di keluarkan dari budaya tersebut dan di keluarkan dari
komunitas budaya itu.
Dimana sebagian dari orang
sekelompok masyarakat banyak melangar dari norma aturan dalam kehidupan, antara
lain pergaulan bebas, praktik budaya yang kurang bermutu dimana sebagian orang
banyak yang melakukan penyimpangan seperti saling menyukai sesama jenis dalam
norma-norma kehidupannya yang dalam kenyataan dan kaidahnya melanggar norma dan
hukum agama.
C.
Norma dan
Praktik Budaya dalam Kehidupan Seksualitas dan Kemampuan Reproduksi.
v Seksualitas
adalah ekspresi fisiologis dan psikologis dari perilaku seksual. Seksualitas
berkaitan dengan variable biologis, psikologis, sosiologis dan spiritual dari
kehidupan yang mempengaruhi kepribadian dan hubungan interpersonal. Hal ini
termasuk persepsi diri, harga diri, sejarah pribadi, kepribadian, konsep cinta,
keintiman dan citra tubuh.
v Reproduksi
adalah suatu proses biologis untuk menghasilkan sesuatu yang baru atau
keturunan dari organisme yang menghasilkannya (orang tua / induk). Dalam
biologi reproduksi mengacu pada fungsi dimana makhluk hidup menghasilkan
keturunan untuk melanjutkan jenis mereka.
Norma-norma dan praktik budaya
dalam kehidupan seksualitas dimana seseorang mengalami gangguan dan keterkaitan
terhadap suatu kelainan akibat trauma, sehingga banyaknya jumlah seseorang
meningkatkan kehidupan seksual yang kurang di hormati di kalangan
masyarakat,baik itu melalui pergaulan bebas di kalangan remaja,
homoseksualitas, dan bahkan kelainan- kelainan seksualitas lainnya yang banyak di langgar
oleh sebagian orang.
Secara norma dan praktik
kebudayaannya homoseksualitas adalah rasa ketertarikan romantis atau
seksual dalam perilaku antara individu berjenis
kelamin atau gender yang
sama. Sebagai orientasi seksual, homoseksualitas yang mengacu pada pola berkelanjutan atau
disposisi untuk pengalaman seksual, kasih sayang, atau ketertarikan romantis
secara eksklusif orang dari jenis kelamin yang sama, diaman homoseksualitas juga mengacu pada
pandangan individu tentang identitas pribadi dan sosial berdasarkan pada
ketertarikan, perilaku ekspresi, dan keanggotaan dalam komunitas lain yang
berbagi itu.
D. Norma dan Praktik Budaya
dalam Kemampuan Reproduksi, meliputi:
1.
Revolusi seks: Seks bebas tidak untuk menghasilkan
keturunan. Jika seks tidak untuk menghasilkan keturunan, maka keturunan tidak
harus didapat dari hubungan seksual. Pemikiran ini mempertajam pemahaman
manusia tentang makna prokreasi dan seksualitas.
2.
Gerakan
feminisime dan hak gay: jika lelaki
dan perempuan tidak saling melengkapi dan berpengaruh secara generatif, maka
bayi tidak harus hadir melalui persatuan ovum dan sperma. Maka monogami yang
dianggap sebagai tempat ideal terjadinya prokreasi tidak akan terlalu dipandang
dalam norma budaya kita. Untuk itu, kloning akan menjadi pilihan terakhir:
orang tua tunggal. Pemikiran ini mempertajam pemahaman tentang kesetaraan
gender.
3.
Melalui
kloning dihasilkan anak yang diinginkan. Ini menguji pemahaman umum bahwa anak
yang dilahirkan adalah anak yang diinginkan. Pemikiran semacam ini digunakan
untuk menentang aborsi dan kontrasepsi.
E. Etimologi
Dalam Kehidupan Seksualitas Yang Menyangkut Norma dan Praktik
Budaya yang Menyimpang.
Kata homoseksual adalah hasil penggabungan bahasa
Yunani dan Latin dengan elemen pertama berasal dari bahasa Yunani homos, ‘sama’ (tidak terkait dengan kata
Latin homo, ‘manusia’, seperti dalam Homo sapiens), sehingga dapat juga berarti
tindakan seksual dan kasih sayang antara individu berjenis kelamin sama,
termasuk lesbianisme. Dimana hubungan gay umumnya mengacu pada homoseksualitas
laki-laki, tetapi dapat digunakan secara luas untuk merujuk kepala semua orang
LGBT. Dalam konteks seksualitas, lesbian, hanya merujuk pada homoseksual
seseorang.
Banyak panduaan penulisan moder di Amerika
Serikat menyarankan untuk tidak menggunakan kata homoseksual sebagian kata
benda, tapi menggunakan kata pria gay atau lesbian. Demikian pula, beberapa
norma dalam kehidupan seseorang maupun individu direkomendasikan untuk
sepenuhnya menghindari penggunaan kata homoseksual karena memiliki sejarah yang
buruk dan karena kata tersebut hanya merujuk [pada perilaku seksual seseorang
(berlawanan dengan perasaan romantis) dan dengan demikian memiliki konotasi
negatif.
F. Sejarah Homoseksual dalam
Kehidupan Seksualitas yang Menyangkut Norma dan Praktik Budaya yang Menyimpang.
Kemunculan
istilah homoseksual pertama kali ditemukan pada tahun 1869 dalam sebuah pamflet
Jerman tulisan novelis kelahiran Austria Karl-Maria Kertbeny yang diterbitkan secara
anonim, berisi perdebatan melawan hukum anti-sodomi Prusia. Pada tahun 1879, Gustav
Jager menggunakan istilah Kertbeny dalam
bukunya, Discovery of The Soul (1880). Pada tahun 1886, Richard von Krafft-Ebing menggunakan
istilah homoseksual dan heteroseksual dalam bukunya Psychopathia Sexualis.
Buku Krafft-Ebing begitu populer di kalangan baik orang awam dan kedokteran
hingga istilah "heteroseksual" dan "homoseksual" menjadi
istilah yang paling luas diterima untuk orientasi seksual.
Dengan
demikian, penggunaan istilah tersebut berakar dari tradisi taksonomi
kepribaadian abad ke-19 yang lebih luas. Istilah homososial sekarang
digunakan untuk menggambarkan konteks sesama jenis yang tidak secara khusus
bersifat seksual. Ada juga kata yang mengacu kepada cinta sesama jenis, homofilia.
G.
Penggunaan Sinonim kata Homoseksual dalam Kehidupan Seksualitas yang Menyangkut
Norma dan Praktik Budaya yang Menyimpang.
Laki-laki yang berhubungan seks dengan
laki-laki atau LSL (digunakan di kalangan medis ketika secara khusus membahas
aktivitas seksual), homoerotis (mengacu pada karya seni), heterofleksibel
(mengacu pada orang yang mengidentifikasi diri sebagai heteroseksual, tetapi
terkadang terlibat dalam kegiatan seksual sesama jenis), dan metroseksual
(merujuk pada pria non-gay dengan selera stereotipe gay seperti makanan, mode,
dan desain). Dimulai pada 1990-an, beberapa kata telah direklamasi sebagai
kata-kata positif untuk pria gay dan lesbian, seperti dalam penggunaan studi
queer, teori queer, dan bahkan program televisi populer Amerika Queer Eye for
the Straight Guy. Kata homo muncul dalam banyak bahasa lainnya tanpa konotasi
penghinaan seperti dalam bahasa Inggris. Namun, seperti penghinaan etnis dan
penghinaan rasial, penyalah gunaan istilah-istilah ini masih bisa sangat
ofensif, kisaran penggunaan yang dapat diterima tergantung pada konteks dan
pembicara. Sebaliknya, gay, kata awalnya dipegang oleh pria homoseksual dan
wanita sebagai istilah positif afirmatif
(seperti dalam pembebasan gay dan hak-hak gay), telah meluas dalam
penggunaan peyoratif di kalangan muda.
H.
Orientasi Seksual, Identitas, Perilaku dalam Norma dan dalam Ruang
Lingkup Kehidupan Bersosial Budaya.
American Psychological Association,
American Psychiatric Association, dan National Association of Social Workers
menyatakan orientasi seksual "bukan hanya karakteristik pribadi yang
didefinisikan secara tersendiri. Malahan, orientasi seksual seseorang
ditentukan dengan siapa orang tersebut menemukan hubungan yang memuaskan".
Orientasi seksual
umumnya dibahas sebagai karakteristik individu, seperti jenis kelamin biologis,
identitas gender, atau usia. Perspektif ini tidak lengkap karena orientasi
seksual selalu didefinisikan dalam istilah relasional yang harus melibatkan
hubungan dengan orang lain. Tindakan seksual dan atraksi romantis dikategorikan
sebagai homoseksual atau heteroseksual sesuai dengan jenis kelamin biologis
individu yang terlibat di dalamnya dimana kebanyakan orang dalam ruang lingkup
masyarakat umum kebanyakan kurang dapat menerima keadaan tersebut di sekitaran
mereka, dimana sesama gender yang sama bersifat relatif satu sama lain.
Memang individu-individu mengungkapkan
heteroseksualitas, homoseksualitas, atau biseksualitas dengan tindakan atau
keinginan mereka terhadap orang lain. Hal ini mencakup tindakan-tindakan
sederhana seperti berpegangan tangan atau berciuman. Jadi, orientasi seksual
secara integral terkait dengan hubungan personal seorang individu yang dibentuk
dengan individu lain untuk memenuhi kebutuhan akan cinta, ikatan, dan keintiman
tanpa memikirkan social budaya dan norma – norma hukum di lingkungan mereka.
Selain perilaku seksual, ikatan ini
mencakup kasih sayang fisik non-seksual antara pasangan, tujuan dan nilai-nilai
bersama, sikap saling mendukung, dan komitmen berkelanjutan antara sesama
genders walaupun melangar kaidah dan norma-norma secara agama.
I. Perkembangan
identitas seksual Di Ruang Lingkup Budaya Masyarakat "proses coming-out”.
Dimana banyak orang yang merasakan
ketertarikan kepada anggota jenis kelamin sama memiliki fase "coming
out" dalam kehidupan mereka. Umumnya, coming out digambarkan dalam tiga
fase. Fase pertama adalah fase "mengenali diri", dimana muncul
kesadaran seseorang untuk terbuka dengan suatu hubungan bahkan mulai mencoba
keluar melalui norma hukum suatu kebudayaan dengan menggambil suatu rasiko tanpa
disadari ketika di mana sebagian orang mencoba hubungan sesama jenis. Fase ini
sering digambarkan sebagai coming out yang bersifat internal. Tahap kedua
melibatkan keputusan untuk terbuka kepada orang lain, misalnya keluarga, teman,
atau kolega. Tahap ketiga mencakup hidup secara terbuka sebagai orang LGBT yang
pada umumnya identitas hubungan yang mereka jalani tidak dapat di terima oleh
masyarakat sekitar, norma yang berlaku bahkan budaya maupun agama yang mereka
anut.
Di Amerika Serikat keadaan seperti ini
sering di temui dengan identitas sesual "come out" di mana, seorang
remaja usia sekolah menengah atas atau kuliah ketika orientasi mereka tidak
diterima di masyarakat. Terkadang keluarga mereka sendiri bahkan tidak
diberitahu.
J. Konstruksi
sosial dan Norma Etika Homoseksual
Orientasi homoseksual bersifat kompleks
dan multi-dimensi, beberapa akademisi dan peneliti, terutama dalam studi Queer,
berpendapat bahwa homoseksual adalah konstruksi sejarah dan sosial. Pada tahun
1976 sejarawan Michel Foucault berpendapat bahwa homoseksualitas sebagai
identitas yang tidak ada pada abad ke-18. Orang-orang pada masa itu berbicara
tentang "sodomi" yang mengacu kepada tindakan seksualdalam ruang
lingkup merampas hak bela diri seseorang dan moral etika, sehingga sodomi saat
itu merupakan kejahatan yang sering diabaikan oleh beberapa orang yang
berprilaku menyimpang, sehingga mereka terkadang dijatuhi hukuman berat, karena
di anggap orang yang melanggar hukum itu merupakan orang yang berperilaku menyimpang
yang kurang memahami etika, dan peraturan – peraturan terhadap norma – norma
kemanusian dan kurang dapat menghargai struktur ikatan budaya social yang ada
di suatu daerah atau negara tertentu.
K.
Pengendalian terhadap Ruang Lingkup Seksual yang mencangkup Norma –
Norma dan Prakik Sosial Budaya.
1. Membuat norma – norma baru dalam luang
kehidupan
Dimana dibuatnya norma – norma atau
peraturan bagi setiap kelompok masyarakat atau individu agar tidak adanya
melakukan kejahatan seksual seperti halnya kekerasan dan juga sodomi hingga
menyebabkan penyimpanagan sesual sesama jenis semangkin meningkat dari tahun ke
tahun.
2. Memperketat aturan Norma Budaya
Dimana suau budaya memulai
menjelaskan mengenai penyimpangan-penyimpangan dan hal apa saja yang akan terjadi
apabila dilakukannya penyimpangan, dan menjelaskan juga mengenai apa yang
dilarang oleh Budaya setempat maupun Agama yang diyakini sehingga menyadarkan
sebagian orang agar menghindari penyimpangan tersebut.
3. Rehabilitasi bagi para homoseksual
Dimana peran masyarakat, keluarga,
orang terdekat juga seperti sahabat maupun teman memberikan support mendalam
kepada pelaku homoseksual agar pelaku menyadari kesalaan yang telah di lakukannya
sedikit demi sedikit dan mencoba membantu menyadarkan agar belajar untuk
kembali menjadi manusia yang normal tanpa melakukan adanya penyimpangan sosial
lagi dalam hubungan yang tidak semestinya, yang melanggar norma hukum dan
melanggar dari social budaya yang telah tertanam kuat di lingkungan atau Negara
itu sendiri.
CONTOH:
1. Ketidak
mampuan KUHP lebih disebabkan pengaruh nilai dan sisitem sosial patriarki.
Terlebih lagi jika hendak digunakan untuk mengatasi gejala kejahatan dengan
modus baru seperti memaksakan kehamilan
untuk kemudian anak yang terlahir
dijual, pemaksaan pelacuran, pemaksaan hubungan seksual dengan cara yang tidak
wajar.
2. Budaya
dalam kehidupan seksualitas . Biseksualitas dapat diartikan seseorang yang
menyukai laki-laki maupun perempuan . Seks bebas Merupakan perilaku yang tidak
terpuji, tidak sesuai dengan penerapan akhlak budi pekerti, jadi kita sebagai tenaga
kesehatan harus memberikan pendekatan terhadap tokoh utama di desa tersebut dan memberikan penyuluhan atau konseling
terhadap para remaja atau keluarga, agar slalu menjaga anak-anak nya yang sudah
menginjak remaja atau yang sudah menginjak dewasa, kita memberikan penyuluhan
ini sampai masyarakat yang ada di desa
tersebut sampai mengerti, karena dalam
satu desa pasti akan berbeda pendapat,
pemikiran, budaya dan beragam lainnya. Jika mereka tidak mencegah secara
dini akan berpengaruh pada anak-anak nya dan masalah pendidikan dimasa depan
bagi dirinya.
Dan disini homoseksualitas rasa ketertarikan
atau rasa suka antar individu yang berjenis kelamin sama.
Homoseksualitas dibedakan menjadi :
·
Lesbianisme
Bila seorang perempuan menyukai sesama jenisnya atau perempuan.
·
Homoseksualitas
Bila seorang laki-laki menyukai sesama jenisnya atau laki-laki.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Homoseksualitas bukanlah penyakit
kejiwaan dan bukan penyebab efek psikologis negatif. Namun merupakan suatu
Prasangka terhadap kaum biseksual dan homoseksual yang menyebabkan efek semacam
itu. Meskipun begitu banyak sekte-sekte agama dan organisasi "mantan-gay
dan lesbi" serta beberapa asosiasi psikologi memandang bahwa kegiatan
homoseksual adalah dosa atau kelainan. Namun bertentangan dengan pemahaman umum
secara ilmiah homoseksual adalah berbagai sekte dan organisasi homoseksual
adalah sesuatu yang menggambarkan bahwa homoseksualitas yang merupakan
"pilihan" dari suatu kaum baik itu perorangan maupun kelompok yang
bersifat melanggar norma dan kultur adat mengenai hubungan mendasar yang
bersifat normal antara wanita dan pria.
Dengan demikian disimpulkan bahwa
seorang homoseksual berpemikiran modern dan individualisme manusia, dimana
mereka masing- masing individu berusaha membentuk diri masing-masing “not only
as self-made man but also manmade selves”. Manusia tidak lagi berpikir bahwa ia
semata-mata ditentukan oleh tradisi dan nenek moyangnya.
B. Saran
Meningkatkan komunikasi yang lancar dengan
sebutan sharing dapat membantu sebagian orang homoseksual yang menyimpang untuk
dapat menumbuhkan dan menunjukkan hasrat manusia untuk mengontrol masa depannya
dengan sebaik – baiknya dari kontrol pribadi, sehingga manusia atau makhluk
social tersebut tidak mudah untuk kehilangan keterpesonaannya atas misteri alam
dan kehidupan yang dijalaninya.
Daftar
pustaka
Putriiandinynii.blogspot.co.id/2014/01/makalah-isbd-norma-dan-praktik-budaya-.html
http://jayaspeed.blogspot.com/2010/03/pengertian-seksualitas.html
http://mcrpkbi.wordpress.com/2010/08/29/hak-hak-seksual-dan-reproduksi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar