Bunga Sakura Berjatuhan

Minggu, 08 Mei 2016

ETIKOLEGAL DALAM PRAKTEK KEBIDANAN




Puji dan Syukur kita panjatkan kepada Allah subhanahuwataala. Salawat dan salam kita kirimkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad sallallahu-alaihiwasallam, karena atas hidayah-Nyalah Makalah ini dapat diselesaikan. Terima kasih kepada ibu yang telah memberikan tugas ini kepada saya. Tentang Peraturan pemerintahan RI no 54 Tahun 2007 tentang Pengangkatan anak.
Penulis memohon kepada Bapak/Ibu dosen khusunya, umumnya para pembaca apabila menemukan kesalahan atau kekurangan dalam karya tulis ini, baik dari segi bahasanya maupun isinya, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun kepada semua pembaca demi lebih baiknya Makalah tulis yang akan datang.

Yogyakarta, 30 Maret 2016


Penulis

                                                                                                                       







DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 1
A.  Latar Belakang.............................................................................................................. 1
B.  Pengertian Adopsi........................................................................................................ 1
C.  Tujuan Pengangkatan Anak.......................................................................................... 2
D.  Pokok Permasalahan..................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAH................................................................................................ 4
A.  Pengertian..................................................................................................................... 4
B.  Dasar Hukum................................................................................................................ 4
C.  Pengaturan Lembaga Pengangkatan Anak Dalam Sistem Hukum Indonesia............. 5
D.  Pihak Yang Dapat Mengajukan Pengangkatan Anak.................................................. 7
E.   Tata cara Pengangkatan Anak...................................................................................... 8
F.   Syarat-Syarat Pengangkatan Anak............................................................................... 9
G.  Pengangkatan Anak Antara Warga Negara Indonesia Dengan Warga Negara Asing 10
H.  Tata cara pengangkatan anak Anak Antara Warga Negara Indonesia Dengan
Warga Negara Asing..................................................................................................   10

BAB III KESIMPULAN............................................................................................... 12
A.    Kesimpulan............................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN
A.   LATAR BELAKANG
Anak merupakan anugerah dan amanah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu anak sebagai amanah dari Tuhan harus senantiasa dijaga dan dilindungi oleh keluarga, masyarakat, negara karena didalam diri anak melekat hak anak yang merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat didalam UUD 1945 dan konvensi PBB tentang hak-hak anak. UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia telah mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara untuk memberikan perlindungan terhadap anak. Anak adalah pewaris sekaligus penerus garis keturunan keluarga. Oleh karena itu, apabila dalam suatu perkawinan belum atau tidak dikarunia anak, maka diadakan pengangkatan anak atau adopsi. Pengertian tentang adopsi dapat dilihat secara etimologi, terminologi, serta menurut  para pakar hukum.

B.     PENGERTIAN ADOPSI
1.      Dari Segi Etimologi
a.     Dasti segi etimologi yaitu asal usul kata, Adopsi berasal dari bahasa Belanda “Adoptie” atau Adoption (Bahasa Inggris) yang berarti pengangkatan anak.
b.    Dalam bahasa Arab disebut “Tabanni” yang menurut Prof. Mahmud Yunus diartikan dengan “Mengambil anak angkat” sedang menurut kamus Munjid diartikan “menjadikannya sebagai anak” (Muderis Zaeni. SH 1985:4).
c.     Pengertian dalam bahasa Belanda menurut kamus hukum berarti pengangkatan seorang anak untuk sebagai anak kandungnya sendiri.
2.       Dari Segi Terminologi
Dari segi Terminologi (Muderis Zaeni. SH 1985:5) Adopsi diartikan:
a.       Dalam kamus umum Bahasa Indonesia dijumpai arti anak angkat yaitu “anak orang lain yang diambil dan disamakan dengan anaknya sendiri”.
b.    Dalam Ensiklopedia Umum disebutkan (Muderis Zaeni. SH 1985:5):
c.     Adopsi, suatu cara untuk mengadakan hubungan antara orang tua dan anak yang diatur dalam pengaturan perundang-undangan. Biasanya adopsi dilaksanakan untuk mendapatkan pewaris atas untuk mendapatkan anak bagi orang tua yang tidak beranak. Akibat dari adopsi yang demikian itu ialah bahwa anak yang diadopsi kemudian memiliki status sebagai anak kandung yang sah dengan segala hak dan kewajiban. Sebelum melaksanakan adopsi itu calon orang tua harus memenuhi syarat-syarat untuk benar-benar dapat menjamin kesejahteraan bagi anak.
3.       Pendapat Berbagai Pakar Hukum Tentang Adopsi
a.     Hilman Hadi Kusuma, SH dalam bukunya Hukum Perkawinan Adat menyebutkan Anak angkat adalah anak orang lain yang di anggap anak sendiri oleh orang tua angkat dengan resmi menurut hukum adat setempat, dikarenakan tujuan untuk kelangsungan keturunan dan atau pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangga.
b.    Sedangkan Surojo Wignjodipuro, SH dalam bukunya Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat memberikan batasan sebagai berikut:
Adopsi (mengangkat anak) adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain ke dalam keluarga sendiri sedemikian rupa, sehingga antara orang yang memungut anak dan anak yang dipungut itu timbul suatu hukum kekeluargaan yang sama seperti yang ada antara orang tua dengan anak kandungnya sendiri.
c.     Dr. J.A Nota seorang ahli hukum belanda yang khusus mempelajari adopsi adalah suatu lembaga hukum yang dapat memindahkan sesorang kedalam ikatan keluarga lain (baru) sedemikian rupa sehingga menimbulkan secara keseluruhan atau sebagian hubungan hukum yang sama seperti antara seorang anak yang dilahirkan sah dengan orang tuanya (Djaja S. Meliala, SH 1982:3)

C.     TUJUAN PENGANGKATAN ANAK
Tujuan pengangkatan anak termuat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonsia No. 54 Tahun 2007 tentang pelaksanaan pengangkatan anak Pasal 2 yaitu pengangkatan anak bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak dan perlindungan anak, yang dilaksanakan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terkait dengan tujuan mengangkat anak membawa akibat hukum bagi pengangkatan anak yang diuraikan dalam S.1927 No.129, yakni:
1.    Anak angkat secara hukum memperoleh nama dari bapak angkat (pasal 11).
2.    Anak angkat dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat (pasal 12 ayat 1).
3.    Anak angkat menjadi ahli waris orang tua angkat.
4.    Karena pengangkatan anak, terputus segala hubungan perdata yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran (antara anak dengan orang tua kandung).

D.     Pokok Permasalahan
Pokok permasalahan dalam makalah ini adalah:
1.      Bagaimanakah pengaturan mengenai lembaga pengangkatan anak dalam sistem hukum Indonesia?
2.       Bagaimanakah syarat pengangkatan anak menurut Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007?
3.      Bagaimana Pihak Yang Dapat Mengajukan Pengangkatan Anak ?
4.      Bagaiamana Tata cara Pengangkatan Anak ?
5.      Syarat-Syarat Pengangkatan Anak ?
6.      Bagaiman Tata cara pengangkatan anak Anak Antara Warga Negara Indonesia Dengan Warga Negara Asing ?













BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Pengangkatan anak atau bahwa pengangkatan anak dalam istilah Hukum Perdata Barat disebut adopsi. Dalam Kamus Hukum kata adopsi yang berasal dari bahasa latin adoptio diberi arti Pengangkatan anak sebagai anak sendiri, (lihat di Andi Hamzah, 1986, Kamus Hukum, PT Ghalia, Bandung, halaman 28) Rifyal Ka'bah, dengan mengutip Blackl's Law Dictionary, mengemukakan bahwa adopsi adalah penciptaan hubungan orang tua anak oleh perintah pengadilan antara dua pihak yang biasanya tidak mempunyai hubungan /keluarga.
Sebagaimana ketentuan dalam PP No 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak dalam pasal 1 angka 2 disebutkan bahwa Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat.

B.     Dasar Hukum
Pengaturan tentang penangkatan anak di atur antara lain di KUHPerdata (Untuk Golongan Tionghoa dan Timur Asing) dan juga diatur dalam UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan PP No 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak. Selain dalam pengangkatan anak itu juga perlu diperhatikan SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) nomor 2 tahun 1979 jo SEMA 6 tahun 1983 jo SEMA 4 tahun 1989.
UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak membedakan antara Anak angakat dan anah asuh.
1.     Anak angkat (Pasal 1 angka 9) adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan. Pengertian anak angkat sama dengan pengertian anak angkat dalam PP No 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak dalam pasal 1 angka 1.
2.     Anak asuh(Pasal 1 angka 10) adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar.
UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (pasal 14) dapat diambil sebuah prinsip bahwa Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.

C.    Pengaturan Mengenai Lembaga Pengangkatan Anak Dalam Sistem Hukum Indonesia
1. Hukum Adat
        Sistem hukum Indonesia bersumber pada hukum adat. Dalam hukum adat dikenal adanya pengangkatan anak,Sebagaimana hukum adat pada umumnya di Nusantara jarang terdokumentasi secara tertulis, tetapi hidup dalam ingatan kolektif masyarakatnya. Sebagai contoh salah satu bagian dari hukum keluarga mengenai pengangkatan anak. Mengangkat anak disebut “mupu anak” (Banten Utara & Cirebon), “mulung” atau “ngukut anak” (suku Sunda umumnya) dan “mungut anak” (Jakarta). Orang tua angkat umumnya bertanggung jawab terhadap anak yang diangkatnya sedangkan orang tua kandung lepas tanggung jawabnya setelah pengangkatan itu. Cara pengangkatan pun sangat sederhana biasanya hanya keluarga yang menyerahkan dan yang mengangkat, tetapi tetangga akan segera mengetahuinya. Adapula yang dihadiri para kerabat dari kedua belah pihak. Pengangkatan yang menggunakan surat ditemukan hanya di dua tempat yaitu di Meester Cornelis (Jatinegara) yang disahkan asisten wedana dan Lengkong-Bandung yang disaksikan Kepala Desa.
Prinsip hukum adat dalam suatu perbuatan hukum adalah terang dan tunai. Terang ialah suatu prinsip legalitas, yang berarti perbuatan hukum itu dilakukan di hadapan dan diumumkan didepan orang banyak, dengan resmi secara formal, dan telah dianggap semua orang mengetahuinya. Sedangkan kata tunai, berarti perbuatan itu akan selesai seketika pada saat itu juga, tidak mungkin ditarik kembali.
 Dilihat dari aspek hukum, pengangkatan anak menurut adat tersebut, memiliki segi persamaan dengan hukum adopsi yang dikenal dalam hukum barat, yaitu masuknya anak angkat kedalam keluarga orangtua yang mengangkatnya, dan terputusnya hubungan keluarga dengan keluarga atau orangtua kandung anak angkat. Perbedaannya didalam hukum dat diisyaratkannya suatu imbalan sebagai pengganti kepada orangtua kandung anak angkat -- biasanya berupa benda-benda yang dikeramatkan atau dipandang memiliki kekuatan megis.
        Dilihat dari segi motivasi pengangkatan anak, dalam hukum adat lebih ditekankan pada kekhawatiran (calon orangtua angkat) akan kepunahan, maka calon orangtua angkat (keluarga yang tidak mempunyai anak) mengambil anak dari lingkungan kekuasaan kekerabatannya yang dilakukan secara kekerabatan, maka anak yang diangkat itu kemudian menduduki seluruh kedudukan anak kandung ibu dan bapak yang mengangkatnya dan ia terlepas dari golongan sanak saudaranya semula.

-Islam telah lama mengenal istilah tabbani, yang di era modern ini disebut adopsi atau pengangkatan anak. Rasulullah SAW bahkan mempraktikkannya langsung, yakni ketika mengangkat Zaid bin Haritsah sebagai anaknya.

2. Hukum Islam
Tabanni secara harfiah diartikan sebagai seseorang yang mengambil anak orang lain untuk diperlakukan seperti anak kandung sendiri. Hal ini itu dilakukan untuk memberi kasih sayang, nafkah pendidikan dan keperluan lainnya. Secara hukum anak itu bukanlah anaknya.
Adopsi dinilai sebagai perbuatan yang pantas dikerjakan oleh pasangan suami istri yang luas rezekinya, namun belum dikaruniai anak. Maka itu, sangat baik jika mengambil anak orang lain yang kurang mampu, agar mendapat kasih sayang ibu-bapak (karena yatim piatu), atau untuk mendidik dan memberikan kesempatan belajar kepadanya.
Hanya saja, ketika mengangkat (adopsi) anak, jangan sampai si anak putus hubungan keturunan (nasab) dengan ayah dan ibu kandungnya. Sebab, hal ini bertentangan dengan syariat Islam. Banyak dalil yang mendasarinya.
Jadi, Adopsi yang dilakukan berdasarkan Hukum Islam, tidak menjadikan anak yang diangkat mempunyai hubungan dengan orangtua angkat seperti hubungan yang terdapat dalam hubungan darah.

3. Hukum Perdata Barat
 Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) tidak ditemukan suatu ketentuan yang mengatur masalah adopsi atau anak angkat. BW hanya mengatur tentang pengkuan anak diluar kawin, yaitu seperti yang diatur dalam Buku I Bab 12 bagian ketiga BW, tepatnya pada Pasal 280 sampai 289 yang substansinya mengatur tentang pengakuan terhadap anak-anak diluar kawin.
 Lembaga pengakuan anak diluar kawin, tidak sama dengan lembaga pengangkatan anak. Dilihat dari segi orang yang berkepentingan, pengakuan anak diluar kawin hanya dapat dilakukan oleh orang laki-laki saja khususnya ayah biologis dari anak yang akan diakui. Sedangkan dalam lembaga pengangkatan anak tidak terbatas pada ayah biologisnya, tetapi orang perempuan atau lelaki lain yang sama sekali tidak ada hubungan biologis dengan anak itu dapat melakukan permohonan pengangkatan anak sepanjang memenuhi persyaratan hukum.
 Mengingat kebutuhan masyarakat tentang pengangkatan anak menunjukkan angka yang meningkat, naka Pemerintah Kolonial Hindia Belanda mengeluarkan Staatsblad yang isinya mengatur secara khusus tentang lembaga pengangkatan anak tersebut guna melengkapi Hukum Perdata Barat (BW).

D.    Pihak Yang Dapat Mengajukan Pengangkatan Anak
Pihak yang dapat mengajukan permohonan pengesahan atau pengangkatan anak yaitu:
1.    Pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak atau yang memutuskan untuk tidak mempunyai anak.
2.    mereka yang memutuskan untuk tidak menikah atau tidak terikat dalam perkawinan.
Untuk pasangan suami istri Ketentuan mengenai adopsi anak diatur dalam SEMA No.6 tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat Edaran Nomor 2 tahun 1979 tentang pemeriksaan permohonan pengesahan/pengangkatan anak. Selain itu Keputusan Menteri Sosial RI No. 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak juga menegaskan bahwa syarat untuk mendapatkan izin adalah calon orang tua angkat berstatus kawin dan pada saat mengajukan permohonan pengangkatan anak, sekurang-kurangnya sudah kawin lima tahun. Keputusan Menteri ini berlaku bagi calon anak angkat yang berada dalam asuhan organisasi sosial.
Untuk mereka yang memutuskan untuk tidak menikah atau tidak terikat dalam perkawinan sebagaimana ketentuan dalam Staatblaad 1917 No. 129 tentang pengangkatan anak bagi orang-orang Tionghoa yang selain memungkinkan pengangkatan anak oleh Anda yang terikat perkawinan, juga bagi yang pernah terikat perkawinan (duda atau janda). Namun bagi janda yang suaminya telah meninggal dan sang suami meninggalkan wasiat yang isinya tidak menghendaki pengangkatan anak, maka janda tersebut tidak dapat melakukannya.

E.     Tata cara Pengangkatan Anak
Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.6/83 yang mengatur tentang cara mengadopsi anak menyatakan bahwa untuk mengadopsi anak harus terlebih dahulu mengajukan permohonan pengesahan/pengangkatan kepada Pengadilan Negeri di tempat anak yang akan diangkat itu berada. Bentuk permohonan itu bisa secara lisan atau tertulis, dan diajukan ke panitera. Permohonan diajukan dan ditandatangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya, dengan dibubuhi materai secukupnya dan dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal/domisili anak yang akan diangkat .
Pengangkatan anak diatur dalam UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu Pasal 39 – 41 jo PP No 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak pasal 6 dapat diambil prinsip-prinsip dalam pengangkatan anak:
1.    Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.    Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya. Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua kandungnya. Dan pemberitahuannya haruslah memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan.
3.    Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat. Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat.
4.    Pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.



F.     Syarat-Syarat Pengangkatan Anak
Dalam ketentuan PP No 54 Tahun 2007 Pasal 12 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak disebutkan bahwa anak yang hendak dijadikan anak angkat atau di adopsi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1.    belum berusia 18 (delapan belas) tahun;
2.    merupakan anak terlantar atau ditelantarkan;
3.    berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak; dan
4.    memerlukan perlindungan khusus.

Berkaitan umur si anak,ada beberapa pembagain yaitu :
1.    anak belum berusia 6 (enam) tahun, merupakan prioritas utama;
2.    anak berusia 6 (enam) tahun sampai dengan belum berusia 12 (dua belas) tahun, sepanjang ada alasan mendesak; dan
3.    anak berusia 12 (dua belas) tahun sampai dengan belum berusia 18 (delapan belas) tahun, sepanjang anak memerlukan perlindungan khusus.

Syarat sebagai Calon orang tua angkat harus memenuhi kententuan dalam ketentuan PP No 54 Tahun 2007 Pasal 13 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak yaitu :
sehat jasmani dan rohani;
1.    berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun;
2.    beragama sama dengan agama calon anak angkat;
3.    berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan;
4.    berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun;
5.    tidak merupakan pasangan sejenis;
6.    tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak;
7.    dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial;
8.    memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau wali anak;
9.    membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak;
10.    adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat;
11.    telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 (enam) bulan, sejak izin pengasuhan diberikan; dan
12.    memperoleh izin Menteri dan/atau kepala instansi sosial.
G.    Pengangkatan Anak Antara Warga Negara Indonesia Dengan Warga Negara Asing
Pengangkatan anak antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing sebagaimana dimaksud dalam meliputi 2 hal , yaitu :
1.    pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing; dan
2.    pengangkatan anak Warga Negara Asing di Indonesia oleh Warga Negara Indonesia.
3.    Pengangkatan anak Pengangkatan anak antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing dilakukan melalui putusan pengadilan.

H.    Tata cara pengangkatan anak Anak Antara Warga Negara Indonesia Dengan Warga Negara Asing
Pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing sebagaimana harus memenuhi syarat:
1.    memperoleh izin tertulis dari pemerintah negara asal pemohon melalui kedutaan atau perwakilan negara pemohon yang ada di Indonesia;
2.    memperoleh izin tertulis dari Menteri; dan
3.    melalui lembaga pengasuhan
Selain memenuhi persyaratan calon orang tua angkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 PP No 54 Tahun 2007, calon orang tua angkat Warga Negara Asing juga harus memenuhi syarat tambahan, yaitu:
1.    telah bertempat tinggal di Indonesia secara sah selama 2 (dua) tahun;
2.    mendapat persetujuan tertulis dari pemerintah negara pemohon; dan
3.    membuat pernyataan tertulis melaporkan perkembangan anak kepada Departemen Luar Negeri Republik Indonesia melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.
Pengangkatan anak Warga Negara Asing oleh Warga Negara Indonesia harus memenuhi syarat:
1.    memperoleh persetujuan tertulis dari pemerintah Republik Indonesia; dan
2.    memperoleh persetujuan tertulis dari pemerintah negara asal anak.

Pengangkatan anak oleh orang tua tunggal hanya dapat dilakukan oleh Warga Negara Indonesia setelah mendapat izin dari Menteri atau kepala instansi sosial di provinsi yang telah mendapat delegasi.
Pengangakatan anak oleh seorang WNA atau seorang WNI terhadap WNA (pengangkatan anak antar negara/ Inter Country Adoption) hanya dapat dilakuka dalam daerah Pengadilan Negeri dimana Yayasan yang ditunjuk Departemen Sosial RI untuk  dapat dilakukan inter country adoption berada. Yang saat ini ada 6, yaitu :
1.      DKI Jakarta                      : Yayasan Sayap Ibu, Yayasan Bhakti Nusantara "Tiara Putra"Jawa Barat         : Yayasan Pemeliharaan Anak Di Bandung
2.      DI Jogjakarta                   : Yayasan Sayap Ibu
3.      Jawa Tengah                    : Yayasan Pemeliharaan Anak dan Bayi di Solo
4.      Jawa Timur                      : Panti Matahati Terbit di Surabaya
5.      Kalimantan Barat             : Yayasan Kesejahteraan Ibu dan Anak Pontianak.




















BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Adopsi/pengangkatan anak yakni pengangkatan anak orang lain ke dalam keluarga sendiri sedemikian rupa sehingga antara anak yang diangkat dengan orang tua angkat timbul hubungan antara anak angkat sebagai anak sendiri dan orang tua angkat sebagai orang tua sendiri. Pengangkatan anak bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak dan perlindungan anak, yang dilaksanakan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan (PP Nomor 54 Tahun 2007). Pengangkatan anak menurut adat yaitu masuknya anak angkat kedalam keluarga orang tua yang mengangkatnya, dan terputusnya hubungan keluarga dengan keluarga atau orang tua kandung anak angkat. Hukum Islam tidak mengenal lembaga adopsi, karena menurut pendapat orang Islam keturunan itu tidak bisa diganti. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) tidak ditemukan suatu ketentuan yang mengatur masalah adopsi atau anak angkat. BW hanya mengatur tentang pengkuan anak diluar kawin.


 

 








DAFTAR PUSTAKA
http://id.shvoong.com/books/dictionary/2011100-hukum-perdata-adat-jawa-barat/ Soeroso, R, SH. 2005. Perbandingan Hukum Perdata. Jakarta:Sunan Grafika



Tidak ada komentar:

Posting Komentar