ETIKOLEGAL DALAM PRAKTEK KEBIDANAN
Puji dan Syukur kita panjatkan kepada
Allah subhanahuwataala. Salawat dan salam kita kirimkan kepada junjungan kita,
Nabi Muhammad sallallahu-alaihiwasallam, karena atas hidayah-Nyalah Makalah ini
dapat diselesaikan. Terima kasih kepada ibu yang telah memberikan tugas ini
kepada saya. Tentang Peraturan pemerintahan RI no 54 Tahun 2007 tentang
Pengangkatan anak.
Penulis memohon kepada Bapak/Ibu dosen
khusunya, umumnya para pembaca apabila menemukan kesalahan atau kekurangan
dalam karya tulis ini, baik dari segi bahasanya maupun isinya, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun kepada semua pembaca demi
lebih baiknya Makalah tulis yang akan datang.
Yogyakarta, 30 Maret 2016
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL....................................................................................................... i
KATA
PENGANTAR.................................................................................................... ii
DAFTAR
ISI.................................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN...............................................................................................
1
A. Latar
Belakang.............................................................................................................. 1
B. Pengertian
Adopsi........................................................................................................ 1
C. Tujuan
Pengangkatan Anak.......................................................................................... 2
D. Pokok
Permasalahan..................................................................................................... 3
BAB
II PEMBAHASAH................................................................................................ 4
A. Pengertian..................................................................................................................... 4
B. Dasar
Hukum................................................................................................................ 4
C. Pengaturan
Lembaga Pengangkatan Anak Dalam Sistem Hukum Indonesia............. 5
D. Pihak Yang Dapat Mengajukan Pengangkatan Anak.................................................. 7
E. Tata cara Pengangkatan Anak...................................................................................... 8
F.
Syarat-Syarat Pengangkatan
Anak............................................................................... 9
G. Pengangkatan Anak Antara Warga Negara Indonesia Dengan Warga Negara Asing
10
H. Tata cara pengangkatan anak Anak Antara Warga Negara Indonesia Dengan
Warga Negara Asing.................................................................................................. 10
BAB III KESIMPULAN............................................................................................... 12
A. Kesimpulan............................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Anak
merupakan anugerah dan amanah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Oleh
karena itu anak sebagai amanah dari
Tuhan harus senantiasa dijaga dan
dilindungi oleh keluarga,
masyarakat, negara karena didalam diri anak melekat hak anak yang merupakan
bagian dari hak asasi manusia yang termuat didalam UUD 1945 dan konvensi PBB
tentang hak-hak anak. UU No. 39
Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
telah mencantumkan tentang hak anak,
pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat,
pemerintah, dan negara untuk memberikan perlindungan terhadap anak. Anak adalah
pewaris sekaligus penerus garis keturunan keluarga. Oleh karena itu, apabila
dalam suatu perkawinan belum atau tidak dikarunia anak, maka diadakan
pengangkatan anak atau adopsi. Pengertian tentang adopsi
dapat dilihat secara etimologi, terminologi, serta menurut para
pakar hukum.
B. PENGERTIAN ADOPSI
1. Dari Segi
Etimologi
a.
Dasti segi etimologi yaitu asal usul kata, Adopsi
berasal dari bahasa Belanda “Adoptie” atau Adoption (Bahasa Inggris) yang
berarti pengangkatan anak.
b.
Dalam bahasa Arab disebut “Tabanni” yang menurut Prof.
Mahmud Yunus diartikan dengan “Mengambil anak angkat” sedang menurut kamus Munjid
diartikan “menjadikannya sebagai anak” (Muderis Zaeni. SH 1985:4).
c.
Pengertian dalam bahasa Belanda menurut kamus hukum
berarti pengangkatan seorang anak untuk sebagai anak kandungnya sendiri.
2.
Dari Segi Terminologi
Dari segi Terminologi (Muderis Zaeni. SH 1985:5)
Adopsi diartikan:
a.
Dalam kamus umum Bahasa Indonesia
dijumpai arti anak angkat yaitu “anak orang lain yang diambil dan disamakan
dengan anaknya sendiri”.
b.
Dalam Ensiklopedia Umum disebutkan (Muderis Zaeni. SH
1985:5):
c.
Adopsi, suatu cara untuk mengadakan hubungan antara
orang tua dan anak yang diatur dalam pengaturan perundang-undangan. Biasanya
adopsi dilaksanakan untuk mendapatkan pewaris atas untuk mendapatkan anak bagi
orang tua yang tidak beranak. Akibat dari adopsi yang demikian itu ialah bahwa
anak yang diadopsi kemudian memiliki status sebagai anak kandung yang sah
dengan segala hak dan kewajiban. Sebelum melaksanakan adopsi itu calon orang
tua harus memenuhi syarat-syarat untuk benar-benar dapat menjamin kesejahteraan
bagi anak.
3.
Pendapat Berbagai Pakar Hukum Tentang Adopsi
a.
Hilman Hadi Kusuma, SH dalam bukunya Hukum Perkawinan Adat menyebutkan Anak
angkat adalah anak orang lain yang di anggap anak sendiri oleh orang tua angkat
dengan resmi menurut hukum adat setempat, dikarenakan tujuan untuk kelangsungan
keturunan dan atau pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangga.
b.
Sedangkan Surojo Wignjodipuro, SH dalam bukunya Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat memberikan
batasan sebagai berikut:
Adopsi
(mengangkat anak) adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain ke dalam
keluarga sendiri sedemikian rupa, sehingga antara orang yang memungut anak dan
anak yang dipungut itu timbul suatu hukum kekeluargaan yang sama seperti yang
ada antara orang tua dengan anak kandungnya sendiri.
c.
Dr. J.A Nota seorang ahli hukum belanda yang khusus
mempelajari adopsi adalah suatu lembaga hukum yang dapat memindahkan sesorang
kedalam ikatan keluarga lain (baru) sedemikian rupa sehingga menimbulkan secara
keseluruhan atau sebagian hubungan hukum yang sama seperti antara seorang anak
yang dilahirkan sah dengan orang tuanya (Djaja S. Meliala, SH 1982:3)
C.
TUJUAN
PENGANGKATAN ANAK
Tujuan
pengangkatan anak termuat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonsia No. 54
Tahun 2007 tentang pelaksanaan pengangkatan anak Pasal 2 yaitu pengangkatan
anak bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan anak dan perlindungan anak, yang dilaksanakan berdasarkan adat
kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terkait
dengan tujuan mengangkat anak membawa akibat hukum bagi pengangkatan anak yang
diuraikan dalam S.1927 No.129, yakni:
1.
Anak angkat secara hukum memperoleh nama dari bapak
angkat (pasal 11).
2.
Anak angkat dijadikan sebagai anak yang dilahirkan
dari perkawinan orang tua angkat (pasal 12 ayat 1).
3.
Anak angkat menjadi ahli waris orang tua angkat.
4.
Karena pengangkatan anak, terputus segala hubungan
perdata yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran (antara anak dengan
orang tua kandung).
D.
Pokok
Permasalahan
Pokok
permasalahan dalam makalah ini adalah:
1.
Bagaimanakah pengaturan mengenai lembaga pengangkatan
anak dalam sistem hukum Indonesia?
2.
Bagaimanakah syarat pengangkatan anak menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007?
3. Bagaimana Pihak Yang Dapat Mengajukan Pengangkatan Anak ?
4. Bagaiamana Tata cara Pengangkatan Anak ?
5.
Syarat-Syarat Pengangkatan
Anak ?
6.
Bagaiman Tata cara
pengangkatan anak Anak Antara Warga Negara Indonesia Dengan Warga Negara Asing
?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pengangkatan anak atau bahwa pengangkatan anak dalam
istilah Hukum Perdata Barat disebut adopsi. Dalam Kamus Hukum kata adopsi yang
berasal dari bahasa latin adoptio diberi
arti Pengangkatan anak sebagai anak sendiri, (lihat di Andi Hamzah, 1986, Kamus
Hukum, PT Ghalia, Bandung, halaman 28) Rifyal Ka'bah, dengan
mengutip Blackl's
Law Dictionary, mengemukakan bahwa adopsi adalah penciptaan hubungan
orang tua anak oleh perintah pengadilan antara dua pihak yang biasanya tidak
mempunyai hubungan /keluarga.
Sebagaimana ketentuan dalam PP No 54 Tahun 2007
tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak dalam pasal 1 angka 2 disebutkan bahwa Pengangkatan anak adalah suatu
perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang
tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan,
pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang
tua angkat.
B.
Dasar Hukum
Pengaturan tentang penangkatan anak di atur antara lain di KUHPerdata
(Untuk Golongan Tionghoa dan Timur Asing) dan juga diatur dalam UU No 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak dan PP No 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan
Pengangkatan Anak. Selain dalam pengangkatan anak itu juga perlu diperhatikan
SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) nomor 2 tahun 1979 jo SEMA 6 tahun 1983 jo
SEMA 4 tahun 1989.
UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak membedakan antara Anak
angakat dan anah asuh.
1.
Anak angkat (Pasal 1 angka 9) adalah anak yang haknya
dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau
orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan
anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan
putusan atau penetapan pengadilan. Pengertian anak angkat sama dengan
pengertian anak angkat dalam PP No 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan
Pengangkatan Anak dalam pasal 1 angka 1.
2.
Anak asuh(Pasal 1 angka 10) adalah anak yang diasuh
oleh seseorang atau lembaga, untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan,
perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang
tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar.
UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (pasal 14) dapat diambil
sebuah prinsip bahwa Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri,
kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa
pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan
pertimbangan terakhir.
C.
Pengaturan
Mengenai Lembaga Pengangkatan Anak Dalam Sistem Hukum Indonesia
1. Hukum
Adat
Sistem hukum Indonesia bersumber pada
hukum adat. Dalam hukum adat dikenal adanya pengangkatan anak,Sebagaimana hukum
adat pada umumnya di Nusantara jarang terdokumentasi secara tertulis, tetapi
hidup dalam ingatan kolektif masyarakatnya. Sebagai contoh salah satu bagian
dari hukum keluarga mengenai pengangkatan anak. Mengangkat anak disebut “mupu anak”
(Banten Utara & Cirebon), “mulung” atau “ngukut anak” (suku Sunda umumnya)
dan “mungut anak” (Jakarta). Orang tua angkat umumnya bertanggung jawab
terhadap anak yang diangkatnya sedangkan orang tua kandung lepas tanggung
jawabnya setelah pengangkatan itu. Cara pengangkatan pun sangat sederhana
biasanya hanya keluarga yang menyerahkan dan yang mengangkat, tetapi tetangga
akan segera mengetahuinya. Adapula yang dihadiri para kerabat dari kedua belah
pihak. Pengangkatan yang menggunakan surat ditemukan hanya di dua tempat yaitu
di Meester Cornelis (Jatinegara) yang disahkan asisten wedana dan
Lengkong-Bandung yang disaksikan Kepala Desa.
Prinsip hukum adat dalam suatu perbuatan hukum adalah terang dan tunai.
Terang ialah suatu prinsip legalitas, yang berarti perbuatan hukum itu
dilakukan di hadapan dan diumumkan didepan orang banyak, dengan resmi secara
formal, dan telah dianggap semua orang mengetahuinya. Sedangkan kata tunai,
berarti perbuatan itu akan selesai seketika pada saat itu juga, tidak mungkin ditarik
kembali.
Dilihat dari aspek hukum,
pengangkatan anak menurut adat tersebut, memiliki segi persamaan dengan hukum
adopsi yang dikenal dalam hukum barat, yaitu masuknya anak angkat kedalam
keluarga orangtua yang mengangkatnya, dan terputusnya hubungan keluarga dengan
keluarga atau orangtua kandung anak angkat. Perbedaannya didalam hukum dat
diisyaratkannya suatu imbalan sebagai pengganti kepada orangtua kandung anak
angkat -- biasanya berupa benda-benda yang dikeramatkan atau dipandang memiliki
kekuatan megis.
Dilihat dari segi motivasi pengangkatan
anak, dalam hukum adat lebih ditekankan pada kekhawatiran (calon orangtua
angkat) akan kepunahan, maka calon orangtua angkat (keluarga yang tidak
mempunyai anak) mengambil anak dari lingkungan kekuasaan kekerabatannya yang
dilakukan secara kekerabatan, maka anak yang diangkat itu kemudian menduduki
seluruh kedudukan anak kandung ibu dan bapak yang mengangkatnya dan ia terlepas
dari golongan sanak saudaranya semula.
-Islam telah
lama mengenal istilah tabbani, yang di era modern ini disebut adopsi atau
pengangkatan anak. Rasulullah SAW bahkan mempraktikkannya langsung, yakni
ketika mengangkat Zaid bin Haritsah sebagai anaknya.
2. Hukum
Islam
Tabanni secara harfiah diartikan sebagai seseorang yang mengambil anak
orang lain untuk diperlakukan seperti anak kandung sendiri. Hal ini itu
dilakukan untuk memberi kasih sayang, nafkah pendidikan dan keperluan lainnya.
Secara hukum anak itu bukanlah anaknya.
Adopsi dinilai sebagai perbuatan yang pantas dikerjakan oleh pasangan suami
istri yang luas rezekinya, namun belum dikaruniai anak. Maka itu, sangat baik
jika mengambil anak orang lain yang kurang mampu, agar mendapat kasih sayang
ibu-bapak (karena yatim piatu), atau untuk mendidik dan memberikan kesempatan
belajar kepadanya.
Hanya saja, ketika mengangkat (adopsi) anak, jangan sampai si anak putus
hubungan keturunan (nasab) dengan ayah dan ibu kandungnya. Sebab, hal ini
bertentangan dengan syariat Islam. Banyak dalil yang mendasarinya.
Jadi, Adopsi yang dilakukan berdasarkan Hukum Islam, tidak menjadikan anak
yang diangkat mempunyai hubungan dengan orangtua angkat seperti hubungan yang
terdapat dalam hubungan darah.
3. Hukum
Perdata Barat
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (BW) tidak ditemukan suatu ketentuan yang mengatur masalah adopsi atau
anak angkat. BW hanya mengatur tentang pengkuan anak diluar kawin, yaitu
seperti yang diatur dalam Buku I Bab 12 bagian ketiga BW, tepatnya pada Pasal
280 sampai 289 yang substansinya mengatur tentang pengakuan terhadap anak-anak
diluar kawin.
Lembaga pengakuan anak diluar kawin,
tidak sama dengan lembaga pengangkatan anak. Dilihat dari segi orang yang
berkepentingan, pengakuan anak diluar kawin hanya dapat dilakukan oleh orang
laki-laki saja khususnya ayah biologis dari anak yang akan diakui. Sedangkan
dalam lembaga pengangkatan anak tidak terbatas pada ayah biologisnya, tetapi
orang perempuan atau lelaki lain yang sama sekali tidak ada hubungan biologis
dengan anak itu dapat melakukan permohonan pengangkatan anak sepanjang memenuhi
persyaratan hukum.
Mengingat kebutuhan masyarakat
tentang pengangkatan anak menunjukkan angka yang meningkat, naka Pemerintah
Kolonial Hindia Belanda mengeluarkan Staatsblad yang isinya mengatur secara
khusus tentang lembaga pengangkatan anak tersebut guna melengkapi Hukum Perdata
Barat (BW).
D.
Pihak Yang Dapat Mengajukan Pengangkatan Anak
Pihak yang dapat mengajukan permohonan pengesahan atau pengangkatan anak
yaitu:
1.
Pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak atau
yang memutuskan untuk tidak mempunyai anak.
2.
mereka yang memutuskan untuk tidak menikah atau tidak
terikat dalam perkawinan.
Untuk pasangan suami istri Ketentuan mengenai adopsi anak diatur dalam SEMA
No.6 tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat Edaran Nomor 2 tahun 1979 tentang
pemeriksaan permohonan pengesahan/pengangkatan anak. Selain itu Keputusan
Menteri Sosial RI No. 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Perizinan Pengangkatan Anak juga menegaskan bahwa syarat untuk mendapatkan izin
adalah calon orang tua angkat berstatus kawin dan pada saat mengajukan
permohonan pengangkatan anak, sekurang-kurangnya sudah kawin lima tahun.
Keputusan Menteri ini berlaku bagi calon anak angkat yang berada dalam asuhan
organisasi sosial.
Untuk mereka yang memutuskan untuk tidak menikah atau tidak terikat dalam
perkawinan sebagaimana ketentuan dalam Staatblaad 1917 No. 129 tentang pengangkatan
anak bagi orang-orang Tionghoa yang selain memungkinkan pengangkatan anak oleh
Anda yang terikat perkawinan, juga bagi yang pernah terikat perkawinan (duda
atau janda). Namun bagi janda yang suaminya telah meninggal dan sang suami
meninggalkan wasiat yang isinya tidak menghendaki pengangkatan anak, maka janda
tersebut tidak dapat melakukannya.
E.
Tata cara Pengangkatan Anak
Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.6/83 yang mengatur tentang cara
mengadopsi anak menyatakan bahwa untuk mengadopsi anak harus terlebih dahulu
mengajukan permohonan pengesahan/pengangkatan kepada Pengadilan Negeri di
tempat anak yang akan diangkat itu berada. Bentuk permohonan itu bisa secara
lisan atau tertulis, dan diajukan ke panitera. Permohonan diajukan dan
ditandatangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya, dengan dibubuhi materai
secukupnya dan dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya
meliputi tempat tinggal/domisili anak yang akan diangkat .
Pengangkatan anak diatur dalam UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak yaitu Pasal 39 – 41 jo PP No 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan
Pengangkatan Anak pasal 6 dapat diambil prinsip-prinsip dalam pengangkatan
anak:
1.
Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk
kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan
setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.
Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah
antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya. Orang tua angkat wajib
memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua
kandungnya. Dan pemberitahuannya haruslah memperhatikan kesiapan anak yang
bersangkutan.
3.
Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang
dianut oleh calon anak angkat. Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama
anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat.
4.
Pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya dapat
dilakukan sebagai upaya terakhir.
F. Syarat-Syarat
Pengangkatan Anak
Dalam ketentuan PP No 54 Tahun 2007 Pasal 12 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak disebutkan bahwa anak yang hendak dijadikan anak angkat atau di adopsi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
Dalam ketentuan PP No 54 Tahun 2007 Pasal 12 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak disebutkan bahwa anak yang hendak dijadikan anak angkat atau di adopsi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1.
belum berusia 18 (delapan belas) tahun;
2.
merupakan anak terlantar atau ditelantarkan;
3.
berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga
pengasuhan anak; dan
4.
memerlukan perlindungan khusus.
Berkaitan
umur si anak,ada beberapa pembagain yaitu :
1.
anak belum berusia 6 (enam) tahun, merupakan prioritas
utama;
2.
anak berusia 6 (enam) tahun sampai dengan belum
berusia 12 (dua belas) tahun, sepanjang ada alasan mendesak; dan
3.
anak berusia 12 (dua belas) tahun sampai dengan belum
berusia 18 (delapan belas) tahun, sepanjang anak memerlukan perlindungan
khusus.
Syarat sebagai Calon orang tua angkat harus memenuhi kententuan dalam ketentuan PP No 54 Tahun 2007 Pasal 13 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak yaitu :
sehat
jasmani dan rohani;
1.
berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling
tinggi 55 (lima puluh lima) tahun;
2.
beragama sama dengan agama calon anak angkat;
3.
berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena
melakukan tindak kejahatan;
4.
berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun;
5.
tidak merupakan pasangan sejenis;
6.
tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki
satu orang anak;
7.
dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial;
8.
memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang
tua atau wali anak;
9.
membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak
adalah demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak;
10.
adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat;
11.
telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6
(enam) bulan, sejak izin pengasuhan diberikan; dan
12.
memperoleh izin Menteri dan/atau kepala instansi
sosial.
G.
Pengangkatan Anak Antara Warga Negara Indonesia Dengan
Warga Negara Asing
Pengangkatan
anak antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing sebagaimana
dimaksud dalam meliputi 2 hal , yaitu :
1.
pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga
Negara Asing; dan
2.
pengangkatan anak Warga Negara Asing di Indonesia oleh
Warga Negara Indonesia.
3.
Pengangkatan anak Pengangkatan anak antara Warga
Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing dilakukan melalui putusan pengadilan.
H.
Tata cara pengangkatan anak Anak Antara Warga Negara
Indonesia Dengan Warga Negara Asing
Pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing
sebagaimana harus memenuhi syarat:
1.
memperoleh izin tertulis dari pemerintah negara asal
pemohon melalui kedutaan atau perwakilan negara pemohon yang ada di Indonesia;
2.
memperoleh izin tertulis dari Menteri; dan
3.
melalui lembaga pengasuhan
Selain memenuhi persyaratan calon orang tua angkat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 PP No 54 Tahun 2007, calon orang tua angkat Warga Negara Asing
juga harus memenuhi syarat tambahan, yaitu:
1.
telah bertempat tinggal di Indonesia secara sah selama
2 (dua) tahun;
2.
mendapat persetujuan tertulis dari pemerintah negara
pemohon; dan
3.
membuat pernyataan tertulis melaporkan perkembangan
anak kepada Departemen Luar Negeri Republik Indonesia melalui Perwakilan
Republik Indonesia setempat.
Pengangkatan
anak Warga Negara Asing oleh Warga Negara Indonesia harus memenuhi syarat:
1.
memperoleh persetujuan tertulis dari pemerintah
Republik Indonesia; dan
2.
memperoleh persetujuan tertulis dari pemerintah negara
asal anak.
Pengangkatan anak oleh orang tua tunggal hanya dapat dilakukan oleh Warga
Negara Indonesia setelah mendapat izin dari Menteri atau kepala instansi sosial
di provinsi yang telah mendapat delegasi.
Pengangakatan
anak oleh seorang WNA atau seorang WNI terhadap WNA (pengangkatan anak antar
negara/ Inter Country Adoption)
hanya dapat dilakuka dalam daerah Pengadilan Negeri dimana Yayasan yang
ditunjuk Departemen Sosial RI untuk
dapat dilakukan inter country adoption berada. Yang saat ini ada 6,
yaitu :
1.
DKI Jakarta : Yayasan Sayap Ibu, Yayasan
Bhakti Nusantara "Tiara Putra"Jawa
Barat : Yayasan Pemeliharaan Anak Di Bandung
2.
DI
Jogjakarta : Yayasan Sayap Ibu
3.
Jawa
Tengah : Yayasan Pemeliharaan Anak dan Bayi di Solo
4.
Jawa Timur
: Panti Matahati Terbit di Surabaya
5.
Kalimantan Barat : Yayasan Kesejahteraan Ibu dan Anak Pontianak.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Adopsi/pengangkatan anak yakni
pengangkatan anak orang lain ke dalam keluarga sendiri sedemikian rupa sehingga antara anak yang diangkat dengan orang tua
angkat timbul hubungan antara anak angkat sebagai anak sendiri dan orang tua
angkat sebagai orang tua sendiri. Pengangkatan anak bertujuan untuk
kepentingan terbaik bagi anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak dan
perlindungan anak, yang dilaksanakan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan
ketentuan peraturan perundang-undangan (PP Nomor 54 Tahun 2007). Pengangkatan
anak menurut adat yaitu masuknya anak angkat kedalam keluarga orang tua yang
mengangkatnya, dan terputusnya hubungan keluarga dengan keluarga atau orang tua
kandung anak angkat. Hukum Islam tidak mengenal lembaga adopsi, karena menurut
pendapat orang Islam keturunan itu tidak bisa diganti. Dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (BW) tidak ditemukan suatu ketentuan yang mengatur
masalah adopsi atau anak angkat. BW hanya mengatur tentang pengkuan anak diluar
kawin.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.shvoong.com/books/dictionary/2011100-hukum-perdata-adat-jawa-barat/ Soeroso, R,
SH. 2005. Perbandingan Hukum Perdata. Jakarta:Sunan Grafika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar