Hukum
Kesehatan
A.
PENGERTIAN
1. Hukum
kesehatan menurut Anggaran Dasar PERHUKI, adalah semua ketentuan hukum yang
berhubungan langsung dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan dan penerapan hak
dan kewajiban baik bagi perseorangan maupun segenap lapisan masyarakat, baik
sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun sebagai pihak penyelenggara
pelayanan kesehatan dalam segala aspek, organisasi, sarana, pedoman standar
pelayanan medik, ilmu pengetahuan kesehatan dan hukum, serta sumber sumber
hukum lain.
2. Hukum
kesehatan adalah peraturan perundang-
undangan yang menyangkut pelayanan kesehatan (merupakan ketentuan hukum yg
berhubungan langsung dengan pemeliharaan dan pelayanan kesehatan).
3. Menurut HJJ. Leenen
·
Hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang
berkaitan langsung dengan pemberian pelayanan kesehatan dan penerapannya pada
Hukum Perdata, Hukum Pidana, serta Hukum Administrasi.
·
Pengertian peraturan hukum tidak hanya mencakup
peraturan perundang-undangan dan peraturan internasional saja, tetapi juga mencakup
pedoman internasional, hukum kebiasaan, dan yurisprudensi.
4. Prof. Van der Mijn
Hukum Kesehatan dapat dirumuskan sebagai kumpulan peraturan yang
berkaitan langsung dengan pemberian perawatan dan penerapannya kedalam Hukum
Pidana, Hukum Perdata, dan Hukum Administrasi
B.
TUJUAN HUKUM KESEHATAN
Meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
optimal.
C.
FUNGSI HUKUM KESEHATAN
1. Menjaga ketertiban di dalam masyarakat. Meskipun hanya
mengatur tata kehidupan di dalam sub sektor yang kecil tetapi keberadaannya
dapat memberi sumbangan yang besar bagi ketertiban masyarakat secara
keseluruhan.
2. Menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam masyarakat
(khususnya di bidang kesehatan). Benturan antara kepentingan individu dengan
kepentingan masyarakat.
3. Merekayasa masyarakat (social engineering).
Misal: Jika masyarakat menghalang-halangi dokter untuk melakukan pertolongan
terhadap penjahat yang luka-luka karena tembakan, maka tindakan tersebut sebenarnya
keliru dan perlu diluruskan.
D.
PENGELOMPOKAN HUKUM KESEHATAN
1. Hukum
kesehatan yang terkait langsung dengan pelayanan kesehatan yaitu antara lain :
a) UU No 36/2009 tentang Kesehatan
b) UU
No. 29/2004 tentang Praktek kedokteran
c) UU
No, 44/ 2009 tentang Rumah sakit.
d) Undang
undang No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
e) UU
No 36 /2014 tentang Tenaga Kesehatan
f) PP No 33 tahun
2012 tentang pemberian ASI Eksklusif
g) PP No 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi
h) Permenkes Nomor 1796/2011 tentang Registrasi Tenaga
Kesehatan
i) Permenkes No 1464/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Bidan
dll
2. Hukum Kesehatan
yang tidak secara langsung terkait
dengan pelayanan Kesehatan antara lain:
a) Hukum Pidana
Pasal-pasal
hukum pidana yang terkait dengan pelayanan kesehatan. Misalnya Pasal 359 KUHP
b) Hukum
Perdata
Pasal-pasal Hukum perdata yang
terkait dengan pelayanan kesehatan. Misalnya Pasal 1365
KUHPerd
c) Hukum
Administrasi
Ketentuan-ketentuan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan baik yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
maupun oleh sarana kesehatan yang melanggar hukum adminstrasi yang menyebabkan kerugian pada pada pasien menjadi tanggung jawab hukum dari penyelenggara pelayanan kesehatan tersebut
maupun oleh sarana kesehatan yang melanggar hukum adminstrasi yang menyebabkan kerugian pada pada pasien menjadi tanggung jawab hukum dari penyelenggara pelayanan kesehatan tersebut
3. . Hukum Kesehatan yang berlaku secara Internasional
a, Konvensi
b.Yurisprudensi
c. Hukum Kebiasaan
a, Konvensi
b.Yurisprudensi
c. Hukum Kebiasaan
4. . Hukum Otonomi
a. Perda tentang kesehatan
b. Kode etik profesi
a. Perda tentang kesehatan
b. Kode etik profesi
E. HUKUM
KESEHATAN HARUS DI KETAHUI:
Karenan HK akan memberi wawasan tentang ketentuan2
hukum yg berhubungan dengan pelayanan kesehatan, shg akan lebih memberi
keyakinan diri thd tenaga kesehatan dlm menjalankan profesi kesehatan yg
berkualitas dan selalu berada pada jalur yg aman, tidak melanggar etika dan
ketentuan hukum.
F. AZAS HUKUM KESEHATAN
Azas
hukum bukanlah peraturan hukum yang konkrit,
melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya
P
Scholten menyatakan ada empat azas yang
sifatnya universal :
1.
Azas
Kepribadian: manusia menghendaki adanya kebebasan individu, sehingga berharap ada pengakuan kepribadian manusia,
dimana manusia dipandang sebagai subyek hukum penyandang hak dan kewajiban
2.
Azas
persekutuan: manusia menghendaki persatuan, kesatuan, cinta kasih dan keutuhan
masyaraat berdasarkan ketertiban
3.
Azas kesamaan: menghendaki adanya keadilan,
dimana manusia dipandang sederajat didalam hukum (equality before the law)
4.
Azas
Kewibawaan: menunjukkan bahwa hukum berwenang memberi keputusan yang mengikat
para pihaknya.
Di
dalam ilmu kesehatan dikenal beberapa azas:
1. Sa science at sa conscience : ya ilmunya ya hati nuraninya, maksud dari pernyataan
azas ini adalah seorang ahli kesehatan tidak boleh bertentangan dengan hati
nurani dan kemanusiaannya.Biasanya digunakan pada pengaturan hak-hak dokter
dimana dokter berhak menolak dilakukannya tindakan medis jika bertentangan
denga hati nuraninya.
2.
Agroti
Salus Lex Suprema:
keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi
3. Deminimis
noncurat lex : Hukum tidak
mencampuri hal-hal yang sepele. Hal ini berkait dengan kelalaian yang
dilakukan oleh petugas kesehatan. Selama
kelalaian tersebut tidak berdampak merugikan pasien maka hukum tidak akan
menuntut.
4. Res Ipsa liquitur: faktanya telah berbicara. Digunakan didalam
kasus-kasus malpraktik dimana kelalaian yang terjadi tidak perlu pembuktian
lebih lanjut karena faktanya terlihat jelas.
Azas azas ini mendasari
berlakunya peraturan atau ketentuan yang konkrit.
G. Peristiwa
dan Subyek Hukum
Peristiwa
hukum
•
Peristiwa
Hukum adalah peristiwa yang terjadi di masyarakat umum namun memiliki akibat
hukum. Misalnya ibu hamil bersalin di tolong bidan Praktik Mandiri adalah
peristiwa yang umum terjadi di masyarakat. Namun jika bidan di dalam menolong
persalinan salah menyuntikkan obat sehingga pasiennya meninggal, maka hal ini
dapat menjadi peristiwa hukum.Hal-hal lain yang termasuk peristiwa hukum
adalah: kelahiran, kematian, lampaunya waktu atau kadaluarso
Subyek
Hukum
•
Subyek
hukum adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum.
Dapat pula didefinisakan dengan Badan, orang, atau lembaga yang dpt melakukan
atau dibebani dengan perbuatan hukum. Subyek hukum dapat juga memperoleh,
mempunyai atau menyandang hak dan kewajiban.
•
Perbuatan
hukum adalah: perbuatan subyek hukum yang ditujukan untuk menimbulkan akibat
hukum yang sengaja dikehendaki oleh subyek hukum.Unsur perbuatan hukum adalah
kehendak.. Contoh seorang pasangan usia subur setuju untuk menggunakan iud yang
akan dilaksanakan oleh bidan dengan menandatangani informed consent.
H. KONTRAK
TERAPEUTIK ( TRANSAKSI TERAPEUTIK)
1. Transaksi
berarti perjanjian atau persetujuan, yaitu hubungan timbak balik dua pihak yang
bersepakat dalam satu hal. Terapeutik adalah terjemahan dari therapeutic yang
berarti dalam bidang pengobatan
2. Hubungan
hukum antara dokter dengan pasien yang dilaksanakan dengan rasa kepercayaan
dari pasien terhadap dokter disebut dengan istilah transaksi terapeutik
3. Dalam
transaksi terapetik yang menjadi obyek adalah upaya penyembuhan.
4. Masyarakat
awam sering salah tafsir bahwa obyek transaksi terapeutik adalah kesembuhan
pasien, hal ini bisa menyudutkasn
dokter.
5. Transaksi Terapeutik adalah perjanjian antara dokter
dengan pasien, berupa hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi
Dokter dan Pasien.
6. Transaksi Terapeutik berbeda dengan perjanjian pada
umumnya yaitu memiliki sifat khusus pada obyek perjanjiannya.
7. Jadi Obyek
transaksi Terapeutik adalah bukan janji kesembuhan pasien, melainkan
mencari upaya yang tepat untuk kesembuhan pasien.
a) Ada
2 macam terapeutik
1) . Inspanningsverbintenis:
- Merupakan
hubungan hukum antara dua subyek hukum (pasien dan dokter) , yang berkedudukan
sederajat melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang bersangkutan.
- Hubungan
hukum ini tidak menjanjikan sesuatu (kesembuhan atau kematian) karena obyek
dari hubungan hukum itu berupa upaya maksimal yang dilakukan secara hati-hati
dan penuh ketegangan oleh dokter berdasarkan ilmu pengetahuan dan pengalamannya
(menangani penyakit)
- Sikap hati-hati dan penuh
ketegangan dalam mengupayakan kesembuhan pasien itulah yang dalam kepustakaan
disebut sebagai met zorg en inspanning. Oleh karenanya merupakan inspanningsverbintenis dan bukan
sebagaimana halnya resultaatsverbintenis yang menjajikan suatu hasil
yang pasti
2) Resultaat verbintenis
- Adalah
perjanjian bahwa pihak yang berjanji akan memberikan suatu resultaat,
yaitu suatu hasil yang nyata sesuai dengan apa yang diperjanjikan.
- Perikatan
hasil meletakkan kewajiban kepada pihak yang satu untuk membuat hasil tertentu
& pihak yang lain menerima hasil tertentu.
- Transaksi Terapeutik terjadi sejak dokter
menyatakan kesediaannya yang dinyatakan secara lisan (oral statemen) atau yang
tersirat (implied statemen) dengan menunjukkan sikap atau tindakan yang
menyimpulkan kesediaan,: seperti menerima pendaftaran, memberikan nomer urut,
menyediakan serta mencatat rekam medisnya, dsb.
b) Saat
terjadinya kontrak terapeutik
Transaksi
Terapeutik terjadi sejak dokter menyatakan kesediaannya yang dinyatakan secara
lisan (oral statemen) atau yang tersirat (implied statemen) dengan menunjukkan
sikap atau tindakan yang menyimpulkan kesediaan,: seperti menerima pendaftaran,
memberikan nomer urut, menyediakan serta mencatat rekam medisnya, dsb.
c) Persetujuan
·
Untuk melihat atau mendudukkan hubungan
dokter dan pasien yang mempunyai landasan hukum, dapat dimulai dengan pasal
1313 KUHPerdata:
·
“ Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau
lebih”
·
Dalam Undang-Undang dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih,
dengan pihak yang satu berhak menuntut pihak yang lain, sedangkan pihak yang
lain itu berkewajiban memenuhi tuntutan itu.
·
Dalam
pelayanan kesehatan terjadi hubungan
antara pasien atau keluarga pasien yang meminta bantuan dokter yang dengan
keahlian dan ketrampilan yang dimilikinya sanggup memenuhi bantuan yang diminta
pasien/keluarga pasien. Dalam hal mini dikatakan bahwa pasien/keluarga pasien
menuntut suatu prestasi dari dokter.
d) Prestasi
Sesuatu
yang dapat dituntut itu dinamakan “prestasi” yang menurut Undang-Undang dapat
berupa:
·
Menyerahkan suatu barang
·
Melakukan sesuatu perbuatan, atau
·
Tidak melakukan sesuatu perbuatan
Dalam perikatan dokter dengan pasien,
prestasi yang utama disini adalah “ melakukan sesuatu perbuatan”, baik dalam
rangka preventif, kuratif, rehabilitatif maupun promotif.
·
Dalam hal tertentu, prestasi ini dapat
pula “tidak melakukan sesuatu perbuatan” . Contoh: bila dokter menghadapi
pasien apendisitis dalam stadium abces,
dokter tidak melakukan pembedahan apendektomi pada stadium ini adalah suatu
prestasi.
·
Hubungan hukum antara dokter, pasien &
RS berbentuk perikatan untuk berbuat sesuatu, yang dikenal sebagai jasa
pelayanan kesehatan. Pasien adalah pihak penerima jasa pelayanan kesehatan
& dokter & RS adalah pihak-pihak pemberi jasa pelayanan kesehatan,
yaitu untuk berbuat sesuatu yakni mengupayakan kesembuhan pasien.
·
Hubungan hukum yang terbentuk diberi nama
perikatan (verbintenis), & hukum melalui Pasal 1233 KUHPer menentukan ada
dua macam perikatan yang terbentuk yaitu perikatan yang lahir baik karena
perjanjian & baik karena UU.
·
Syarat sahnya transaksi terapeutik didasarkan pada
pasal 1320 KUH Perdata, yang menyatakan syarat sahnya perjanjian, diperlukan 4
syarat sbb:
1. Sepakat mereka yang
mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat
suatu perjanjian
3. Suatu hal tertentu (Obyek)
4. Suatu sebab yang halal
Ad.1
Sepakat
·
Maksudnya adalah bertemunya kehendak para
pihak.
·
Sepakat bisa diucapkan, bisa tidak; bisa
tertulis, bisa tidak; bisa dengan isyarat, yang penting telah terjadi
bertemunya kehendak para pihak.
·
Kesepakatan tidak ada apabila perjanjian
dibuat atas dasar paksaan, penipuan, atau kilaf
Ad.2
Cakap
·
Cakap artinya para pihak yang membuat
perjanjian harus sudah cakap.
Yang
dimaksud cakap adalah pada dasarnya semua orang menurut hukum dianggap cakap,
kecuali undang-undang menentukan lain.
·
Menurut Pasal 1330 KUHPer
Orang yang tidak cakap:
*
Orang yang belum dewasa;
*
Ditaruh di bawah pengampuan
*
Orang perempuan yang ditetapkan UU (Bandingkan dengan UU Perkawinan)
Ad.3
Hal tertentu( obyek)
·
Maksudnya obyek yang diatur dalam
perjanjian harus jelas, setidak-tidaknya dapat ditentukan.
·
Hal yang penting untuk diperhatikan adalah
untuk memberikan jaminan kepastian kepada para pihak untuk menghindarkan
terjadinya perjanjian fiktif.
Ad.
4 halal
·
Maksudnya adalah isi kontrak tidak boleh
bertentangan dengan: UU, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Syarat 1 & 2 disebut
syarat subyektif, apabila syarat subyektif atau salah satu syarat subyektif
tidak terpenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan.
Syarat 3 & 4 disebut
syarat obyektif, apabila syarat obyektif atau salah satu syarat obyektif tidak
terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum
I.
MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA DALAM
PELAYANAN KEBIDANAN
1. Melalui Pendekatan Litigasi (melalui
peradilan)
·
Semua pelayanan yang dilaksanakan oleh
bidan selalu ada hukum yang mendesain.Dari sudut pandang hukum, bidan dapat
diminta pertanggung jawaban berdasarkan hukum perdata,pidana dan administrasi.
·
Pendekatan litigasi adalah penyelesaian masalah hukum
melalui jalur pengadilan.
Umumnya, pelaksanaan gugatan disebut litigasi.
Umumnya, pelaksanaan gugatan disebut litigasi.
·
Gugatan
adalah suatu tindakan sipil yang dibawa di pengadilan hukum di mana penggugat,
pihak yang mengklaim telah mengalami kerugian sebagai akibat dari tindakan
terdakwa, menuntut upaya hukum atau adil.
·
Terdakwa
diperlukan untuk menanggapi keluhan penggugat. Jika penggugat berhasil,
penilaian akan diberikan dalam mendukung penggugat, dan berbagai perintah
pengadilan mungkin dikeluarkan untuk menegakkan hak, kerusakan penghargaan,
atau memberlakukan perintah sementara atau permanen untuk mencegah atau memaksa
tindakan.
·
Orang
yang memiliki kecenderungan untuk litigasi daripada mencari solusi non-yudisial
yang disebut sadar hukum.
2. Melalui
Pendekatan Non Litigasi (di luar peradilan)
·
Penyelesaian sengketa diluar proses
peradilan dapat diselesaikan melalui ADR (Alternative Dispute Resolution)
diantaranya melalui proses konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, maupun
arbitrase sebagai alternative penyelesaian sengketa.
·
Mekanisme penyelesaian sengketa melalui
ADR ini lebih mengedepankan tujuan dari
penyelesaian sengketa yaitu win-win solution yang sama – sama
menguntungkan para pihak. Pasien selaku konsumen dapat mengajukan ganti rugi
dengan mekanisme ADR tersebut melalui Badan Penyelesaian Sengketa Kesehatan
(BPSK).
3. Konsultasi
·
merupakan suatu tindakan yang bersifat
personal antara suatu pihak (klien) dengan pihak lain yang merupakan konsultan,
yang memberikan pendapatnya atau saran
kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan klien.
·
Konsultan hanya memberikan pendapat
(hukum) sebagaimana diminta oleh kliennya, dan selanjutnya keputusan mengenai
penyelesaian sengketa tersebut akan diambil oleh para pihak.
4. Negoisasi
penyelesaian sengketa melalui
musyawarah/perundingan langsung diantara para pihak yang bertikai dengan
maksud mencari dan menemukan bentuk-bentuk penyelesaian yang dapat
diterima para pihak.Kesepakatan mengenai penyelesaian tersebut selanjutnya
harus dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui oleh para pihak.
5. Mediasi
merupakan penyelesaian sengketa melalui
perundingan dengan dibantu oleh pihak luar yang tidak memihak/netral guna
memperoleh penyelesaian sengketa yang disepakati oleh para pihak.
6. Konsiliasi
Consilliation dalam bahasa Inggris berarti
perdamaian , penyelesaian sengketa melalui perundingan dengan melibatkan pihak
ketiga yang netral (konsisliator) untuk membantu pihak yang bertikai dalam
menemukan bentuk penyelesaian yang disepakati para pihak.
Hasil konsilisiasi ini ini
harus dibuat secara tertulis dan ditandatangani secara bersama oleh para pihak
yang bersengketa, selanjutnya harus didaftarkan di Pengadilan Negeri.
Kesepakatan tertulis ini bersifat final dan mengikat para pihak.
7. Pendapat ahli, upaya menyelesaikan sengketa dengan
menunjuk ahli untuk memberikan pendapatnya terhadap masalah yang
dipersengketakan untuk mendapat pandangan yang obyektif .
8. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan
(non-litigasi) merupakan upaya tawar-menawar atau kompromi untuk
memperoleh jalan keluar yang saling menguntungkan. Kehadiran pihak ketiga yang
netral bukan untuk memutuskan sengketa, melainkan para pihak sendirilah
yang mengambil keputusan akhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar