TANDA BAHAYA PADA AWAL KEHAMILAN
1.
Kehamilan Mola Hidatidosa ( hamil anggur )
A.
Pengertian
Mola hidatidosa adalah
kehamilan dimana setelah terjadi fertilisasi tidak berkembang menjadi embrio,
tetapi proliferasi tropoblast, dan ditemukan villi korialis yang mengalami
perubahan degenerasi hidropik dan stroma yang hipo vaskular atau avaskular,
janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus
itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah
anggur.
Ada juga yang
mendefinisikan mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik
menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan,
embrio mati, mola tumbuh dengan cepat, ukuran uterus membesar dan menghasilkan
sejumlah besar human chorionic gonadotropin ( HCG ).
Dan definisi yang lain
dari mola hidatidosa yaitu disebut juga kehamilan anggur, yaitu adanya jonjot
korion ( chorionic villi ) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung
kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai anggur atau mata ikan.
Ini merupakan bentuk neoplasma troblas yang jinak.
B.
Penyebab
Penyebab mola
hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun diduga faktor penyebabnya adalah
:
1.
Faktor
ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan
2.
Imunoselektif
dari tropoblast
3.
Keadaan
sosio-ekonomi yang rendah
4.
Paritas
tinggi
5.
Kekurangan
protein
6.
Infeksi
virus dan faktor kromosom yang belum jelas
C.
Klasifikasi
Mola hidatidosa dapat
terbagi menjadi ;
1.
Mola
hidatidosa komplet ( klasik ), jika tidak ditemukan janin
2.
Mola
hidatidosa inkomplit ( parsial ), jika disertai janin atau bagian janin
D.
Gejala dan
Tanda
Pasien dengan adanya
kehamilan mola hidatidosa ini akan memiliki tanda dan gejala sebagai berikut :
1.
Pada
anamnesis ditemukan tanda dan gejala seperti berikut :
a)
Terdapat
gejala-gejala kehamilan muda yang lebih nyata dari kehamilan normal, misalnya
mual muntah yang berlebihan
b)
Kadang
kala ada tanda toksemia gravidarum ( pusing, gangguan penglihatan, dan tekanan
darah tinggi )
c)
Terdapat
perdarahan yang sedikit atau banyak, warna tengguli tua atau kecoklatan seperti
bumbu rujak, tidak teratur
d)
Pembesaran
uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan
e)
Keluar
jaringan mola ( seperti anggur ) yang merupakan diagnosis pasti, namun jaringan
mola ini tidak selalu ditemukan
2.
Pada
inspeksi ditemukan tanda dan gejala seperti berikut :
a)
Muka dan
terkadang badan kelihatan lebih pucat atau kekuning-kuningan, yang disebut muka
mola ( mola face )
b)
Jika
gelembung mola sampai keluar, maka tanda ini akan kelihatan lebih jelas
3.
Pada palpasi
ditemukan tanda dan gejala :
a)
Uterus
membesar tetapi tidak sesuai dengan usia kehamilan yang seharusnya
b)
Tidak
teraba bagian-bagian ballotement janin dan gerakan janin
c)
Adanya
fenomena harminica, yaitu fungsi fundus uteri yang turunketika darah dan gelembung
mola keluar, namun akan naik kembali karena terkumpulnya mola dan darah baru
4.
Pada
auskultasi ditemukan tanda dan gejala :
a)
Tidak
terdengar DJJ
b)
Terdengar
bising dan bunyi khas
5.
Pada tes
kehamilan ditemukan kadar HCG yang tinggi
6.
Pada
pemeriksaan dalam ditemukan tanda dan gejala :
a)
Rahim
lebih besar
b)
Konsistensi
lebih lembek
c)
Tidak ada
bagian-bagian janin
d)
Terdapat
perdarahan
e)
Teraba
jaringan di kanalis servikalis dan vagina
7.
Pada foto
rontgen abdomen tidak adanya kerangka janin ( pada usia kehamilan lebih dari 3
bulan )
8.
Pada
pemeriksaan USG kehamilan adanya gambaran badai salju ( gambaran khas pada
kehamilan mola ) dan tidak terlihat adanya janin
E.
Penatalaksanaan
1.
Penanganan
yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah: diagnosis dini akan
menguntungkan prognosis
2.
Pemeriksaan
USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya
sangat terbatas, dapat dilakukan :
a.
Evaluasi
klinik dengan fokus pada riwayat haid terakhir dan kehamilan
b.
Perdarahan
tidak teratur atau spotting
c.
Pembesaran
abnormal uterus
d.
Pelunakan
serviks dan korpus uteri
e.
Kajian uji
kehamilan dengan pengenceran urine
f.
Pastikan
tidak ada janin ( ballotement ) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan perasat
hanifa wiknjosastro atau acosta sison
3.
Langkah
pengosongan jaringan mola dengan segera
4.
Antisipasi
komplikasi ( krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus )
Pengelolaan mola
hidatidosa sebaiknya dilakukan dirumah sakit , adapun langkah-langkah
pengelolaannya adalah ;
a.
Pengelolaan
syok bila terjadi syok
b.
Transfusi
darah bila terjadi Hb < 8 gr %
c.
Kuretase
sebaiknya dengan vakum kuretase, kemudian dilanjutkan dengan sendok kuret yang
tumpulsetelah terjadi pengecilan uterus dan harus dilindungi dengan oksitosin
10 iu dalam 500 ml dextrose 5 % apabila sondase uterus >12 cm
d.
Pasca
kuretase diberikan ergometrin tablet 3x1 tablet/hari
e.
Pengamatan
lanjut dilakukan untuk kemungkinan keganasan pasca mola hidatidosa, selama 1-2
tahun dengan jadwal sebagai berikut:
1)
1x1 minggu
pertama selama 1 bulan ( 4x )
2)
1x2 minggu
selama 2 bulan ( 4x )
3)
1x1 bulan
selama 4 bulan ( 4x )
4)
1x3 bulan
selama 1 tahun ( 4x ). Dilakukan sampai 2x pemeriksaan berturut-turut negatif
f.
Untuk
tidak mengacaukan pengamatan, pasien dianjurkan menggunakan kontrasepsi kondom
dan tidak hamil selama pengawasan.
2.
Kehamilan Ektopik Terganggu ( KET )
A.
Pengertian
Kehamilan
ektopik adalah kehamilan yang terjadi diluar rahim, misalnya dalam tuba ,
ovarium, rongga perut, serviks, partsinterstisialis tuba, atau dalam tanduk
rudimenter rahim. Kehamilan ektopik dikatakan terganggu apabila berakhir dengan
abortus atau rupture tuba. Kebanyakan kehamilan ektopik terjadi didalam tuba
fallopi ( lebih dari 90 % ).
B.
Penyebab
Kehamilan ektopik terjadi karena hambatan pada
perjalanan sel telur dari indung telur ( ovarium ) ke rahim ( uterus ).
Dari beberapa studi faktor resiko yang
diperkirakan sebagai penyebabnya adalah :
1.
Infeksi
saluran telur ( salpingitis ), dapat menimbulkan gangguan pada motilitas
saluran telur
2.
Riwayat
operasi tuba
3.
Cacat
bawaan pada tuba, seperti tuba sangat panjang
4.
Kehamilan
ektopik sebelumnnya
5.
Aborsi
tuba dan pemakaian IUD
6.
Kelainan
zigot, yaitu kelainan kromosom
7.
Bekas
radang pada tuba, disini radang menyebabkan perubahan-perubahan pada
endosalping, sehingga walaupun fertilisasi dapat terjadi, gerakan ovum ke
uterus terlambat
8.
Operasi
pada tuba
9.
Abortus
buatan
C.
Patofisiologis
Prinsip
patofisiologisnya adalah adanya gangguan mekanik terhadap ovum yang telah
dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat kebutuhan
embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari
vaskularisasi tuba itu
Ada beberapa
kemungkinan akibat dari hal ini :
1.
Kemungkinan
“ tuba abortion “, lepas, keluar darah dan jaringan keujung distal (fimbrie)
kerongga abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi pada kehamilan ampulla, darah
yang keluar dan kemudian masuk kerongga peritoneum biasanya tidak begitu banyak
karena dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba
2.
Ruptur
dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya
pada kehamilan muda
3.
Rupture
dapatterjadi secara spontan atau karena trauma koitus dan pemeriksaan vaginal.
Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut kadang-kadang sedikit hingga
banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian
D.
Diagnosis
serta Gejala dan Tanda
Diagnosis serta gejala dan tanda klinis yang
biasanya ditemui adalah sebagai berikut :
1.
Pada
anamnesis ditemukan tanda dan gejala
amenore serta keluhan hamil muda dan gejala hamil lainnya
2.
Pada KET
jika terjadi abortus tuba, maka kemungkinan keluhan tidak begitu berat, hanya
ada rasa sakit diperut dan pengeluaran darah per vagina, yang kadang ditemukan
oleh diagnosis abortus biasa. Namun, bila terjadi ruptur tuba, aka gejala akan
lebih hebat dan dapat membahayakan jiwa ibu
3.
Perasaan
nyeri dan sakit yang tiba-tiba di perut seperti diiris-iris dengan pisau
disertai dengan muntah dan bisa sampai jatuh pingsan
4.
Tanda-tanda
akut nyeri abdomen dan pada pemeriksaan dalam adalah sebagai berikut :
a.
Adanya
nyeri goyang porsio, yaitu nyeri hebat yang dirasakan ibu ketika porsio
digerakkan/digoyangkan
b.
Douglas
crise, yaitu rasa nyeri tekan yang hebat ketika kavim douglas ditekan
c.
Kavum
douglas teraba menonjol karena adanya penumpukan darah
d.
Teraba
massa retrouterin ( massa pelvis )
e.
Pervaginam
keluar desisual cast
5.
Nyeri bahu
karena adanya rangsangan kediagfragma
6.
Terdapat
tanda cullen, yaitu adanya warna biru lebam pada linea alba atau sekitar pusat
7.
Pada
pemeriksaan palpasi dan perkusi terdapat tanda-tanda perdarahan intra-abdominal
8.
Pada
pemeriksaan HB serial ( diperiksa setiap 1 jam ) didapati penurunan kadar HB, selain itu juga
terjadi leukositosis
9.
Cara lain
yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa KET adalah dengan pemeriksaan diagnostic
laparaskopi dan USG
E.
Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya
adalah laparatomi. Pada laparatomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan
menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber pedarahan. Keadaan umum
penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut sebanyak mungkin
dikeluarkan
Dalam tindakan demikian, beberapa hal harus
dipertimbangkan yaitu : kondisi penderita pada saat itu, keinginan penderita
akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik. Hasil ini menentukanapakah
perlu dilakukan salpingektomi ( pemotongan bagian tuba yang terganggu ) pada
kehamilan tuba.
Dilakukan pemantauan terhadap kadar HCG (
kuantitatif ). Peninggian kadar HCG yang berlangsung terus menandakan masih
adanya jaringan ektopik yang belim terangkat
Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula
denagan transfusi, oksigen, atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga
antibiotika dan anti inflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan
sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih cepat dan harus dirawat inap di rumah
sakit.
3.
Hipertensi gravidarum
a.
Pengertian
Hipertensi dalam
kehamilan termasuk hipertensi karena kehamilan dan hipertensi kronik (
meningkatnya tekanan darah sebelum usia kehamilan 20 minggu ). Nyeri kepala,
kejang, dan hilangnya kesadaran sering berhubungan dengan hipertensi dalam
kehamilan.
1.
Tekanan
diastolik merupakan indikator untuk prognosis pada penanganan hipertensi dalam
kehamilan
2.
Tekanan
diastolik mengukur tekanan tahanan perifer dan tidak dipengaruhi oleh keadaan
emosi pasien ( seperti pada tekanan sistolik )
3.
Jika
tekanan diastolik ≥ 90 mmHg pada dua pemeriksaan berjarak 4 jam atau lebih,
diagnosisnya adalah hipertensi. Pada keadaan urgen, tekanan diastolik 110 mmHg
dapat dipakai sebagai dasar diagnosis, dengan jarak waktu pengukuran < 4
jam.
Jika hipertensi pada
kehamilan > 20 minggu, pada persalinan, atau dalam 48 jam sesudah
persalinan, diagnosisnya hipertensi dalam kehamilan.
b.
Klasifikasi
1.
Hipertensi
kronik
Hipertensi yang
menetap oleh sebab apapun, yang sudah ditemukan pada umur kehamilan kurang dari
20 minggu, hipertensi yang menetap setelah 6 minggu pasca persalinan.
Dasar Diagnosis :
1)
Anamnesa :
a)
penglihatan
b)
Nyeri
kepala
2)
Gangguan Pemeriksaan
fisik
Tekanan diastolik > 90 mmHg
3)
Pemeriksaan
penunjang
Protein urine ( - )
2.
Superimposed
preeklamsi
Hipertensi yang sudah
ada sebelum kehamilan dan diperberat oleh kehamilan
Dasar diagnosa
1)
Anamnesa
a.
Nyeri
kepala
b.
Gangguan
penglihatan
2)
Pemeriksaan
fisik
Tekanan
diastolic 90-110 mmHg
3)
Pemeriksaan
penunjang
Protein urine < ++
3.
Pre eklamsia
ringan
a.
Pengertian
Pre eklamsia ringan
adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau edema pada umur kehamilan 20 minggu atau
lebih atau pada masa nifas. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20
minggu pada penyakit trofoblas.
b.
Penyebab
Penyebab pre eklamsia
ringan belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap sebagai “
maladaptation syndrome “ akibat vasospasme general dengan segala akibatnya.
c.
Gejala
klinis
Gejala klinis pre
eklamsia ringan meliputi :
1)
Hipertensi
: sistolik / diastolik e” 140 / 90 mmHg
2)
Proteinuria
: secara kuantitatif llebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara kualitatif
positif 2 ( +2 ).
3)
Edema pada
pretibia, dinding abdomen lumbosakral, wajah atau tangan
4)
Timbul
salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda pre eklamsia berat
d.
Pemeriksaan
dan diagnosis
1)
Kehamilan
20 minggu atau lebih
2)
Kenaikan
tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih dengan pemeriksaan 2 kali selang 6 jam
dalam keadaan istirahat ( untuk pemeriksaan pertama dilakukan 2 kali setelah
istirahat 10 menit )
3)
Edema pada
tungkai ( pretibial ), dinding perut, lumbosakral, wajah atau tungkai
4)
Proteinuria
lebih 0,3 gram/liter/24 jam kualitatif (++)
e.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan rawat
jalan pasien pre eklamsia ringan :
1)
Banyak
istirahat ( berbaring tidur / miring )
2)
Diet :
cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
3)
Sedativa
ringan : tablet phenobarbital 3x 30 mg atau diazepam 3x2 mg per oral selama 7
hari
4)
Roborantia
5)
Kunjungan
ulang setiap 1 minggu
6)
Pemeriksaan
laboratorium : hemoglobin, hematokrit, trombosit, urine lengkap, asam urat
darah, fungsi hati, fungsi ginjal
Penatalaksanaan
rawat tinggal pasien pre eklamsia ringan berdasarkan kriteria : Setelah 2
minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya perbaikan dari
gejala-gejala pre eklamsia seperti :
1)
Kenaikan
berat badan ibu 1 kg atau lebih per minggu selama 2 kali berturut-turut ( 2
minggu )
2)
Timbul
salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda pre eklamsia berat
Bila
setelah 1 minggu perawatan diatas tidak ada perbaikan maka pre eklamsia ringan
dianggap sebagai pre eklamsia berat. Bila dalam perawatan di rumah sakit sudah
ada perbaikan sebelum 1 minggu dan kehamilan masih preterm maka penderita tetap
dirawat selama 2 hari lagi baru dipulangkan. Perawatan lalu disesuaikan dengan
perawatan rawat jalan.
Perawatan obstetri pasien pre eklamsia ringan
:
·
Kehamilan
preterm ( kurang 37 minggu )
a)
Bila
desakan darah mencapai normotensif selama perawatan, persalinan ditunggu sampai
aterm
b)
Bila
desakan darah turun tetapi belum mencapai normotensif selama perawatan maka
kehamilannya dapat diakhiri pada umur kehamilan 37 minggu atau lebih
c)
Kehamilan
aterm ( 37 minggu atau lebih ). Persalinan ditunggu sampai terjadi usia
persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan persalinan pada tafsiran
tanggal persalinan
d)
Cara
persalinan : persalinan dapat dilakukan secara spontan. Bila perlu memperpendek
kala II
4.
Pre
Eklamsia Berat
a.
Pengertian
Pre eklamsia berat
adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi
160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20
minggu atau lebih.
b.
Kriteria
diagnostik
Ditandia oleh salah
satu hal dibawah ini :
1)
Tekanan
darah sistolik atau sama 160 mmHg atau diastolik lebih atau sama dengan 110
mmHg, tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah rawat baring di
rumah sakit
2)
Protein
uria 5 gram atau lebih per 24 jam atas kualitatif positif 3 atau 4
3)
Oliguria
yaitu produksi urin kurang dari 500 cc per 24 jam disertai dengan kenaikan
kreatinin plasma
4)
Gangguan
visus dan cerebral
5)
Nyeri
epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas abdomen
6)
Edema paru
cyanosis
7)
Pertumbuhan
janin intra uterin terlambat
8)
Adanya
HELLP syndrome ( hemolisis, elevated liver function test and low platelet count
)
c.
Penatalaksanaan
Ditinjau dari umur
kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre eklamsia berat selama perawatan
maka perawatan dibagi menjadi :
1)
Perawatan
aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan
medisinal
a)
Sedapat
mungkin sebelum perawatn aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan
fetal assesment ( NST & USG )
b)
Indikasi
1.
Ibu
-
Usia
kehamilan 37 minggu atau lebih
-
Adanya
tanda-tanda atau gejala impending eklamsia
-
Kegagalan
terapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan medika-mentosa terjadi
kenaikan tekanan darah atau setelah 24 jam terapi medikamentosa tidak ada
perbaikan
2.
Janin
-
Hasil
fetal assesment jelek ( NST $ USG )
-
Adanya
tanda IUGR
3.
Laboratorium
-
Adanya “
HELLP syndrome “ ( hemolisis dan peningkatan funsi hepar, trombositopenia ).
c)
Pengobatan
medikamentosa yaitu :
1.
Segera
masuk rumah sakit
2.
Tidur
baring, miring ke satu sisi ( sebaiknya kiri ), tanda vital diperiksa setiap 30
menit, refleks patella setiap jam
3.
Infus
dextrose 5 % dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125 cc/jam)
500 cc
4.
Antasida
5.
Diet cukup
protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
6.
Pemberian
obat anti kejang: diazepam 20 mg IV dilanjutkan dengan 40 mg dalam Dekstrose 10
% selama 4-6 jam atau MgSO4 40 % 5 gram IV pelan-pelan dilanjutkan 5 gram dalam
RL 500 c untuk 6 jam
7.
Diuretik
tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung
kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/IV
8.
Antihipertensi
diberikan bila : tekanan darah sistolik e”180 mmHg, diastolik e” 110 mmHg atau
MAP lebih 125 mmHg . Dapat diberikan catapres ½ - 1 ampul IM dapat diulang tiap
4 jam , atau alfametildopa 3x 250 mg, dan nifedipin sublingual 5-10 mg
d)
Pengobatan
Obstetrik
1.
Cara
terminasi kehamilan yang belum inpartu
-
Induksi
persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai bishop 5 atau lebih dan
dengan fetal heart monitoring
-
Seksio
sesaria bila :
a)
Fetal
assesment jelek
b)
Syarat
tetesan oksitosin tidak dipenuhi ( nilai bishop kurang dari 5 ) atau adanya
kontraindikasi tetesan oksitosin
c)
12 jam
setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif
d)
Pada
primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesaria
2.
Cara
terminasi kehamilan yang sudah inpartu
-
Kala I
a)
Fase laten
: 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria
b)
Fase aktif
: amniotomi , bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka
dilakukan seksio sesaria ( bila perlu dilakukan tetesan oksitosin )
-
Kala II
Pada persalinan per
vaginam , maka kala II diselesaikan dengan partus buatan, amniotomi dan tetesan
oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian terapi
medikamentosa. Pada kehamilan 32 minggu atau kurang , bila keadaan
memungkinkan, terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk memberikan kortikosteroid.
2)
Perawatan
konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medisinal
a)
Indikasi :
bila kehamilan preterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda inpending
eklamsia dengan keadaan janin baik
b)
Terapi
medikamentosa : sama dengan terapi medikamentosa pada pengelolaan aktif. Hanya
loading dose MgSO4 tidak diberika intravenous, cukup intramuskuler saja dimana
4 gram pada bokong kiri dan 4 gram pada bokong kanan .
c)
Pengobatan
obstetri
1.
Selama
perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif
hanya disini tidak dilakukan terminasi
2.
MgSO4
dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre eklamsia ringan,
selambat-lambatnya dalam 24 jam
3.
Bila
setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap terapi medikamentosa gagal dan
harus diterminasi
4.
Bila
sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu MgSO4 20 % 2
gram intravenous.
d)
Penderita
dipulangkan bila :
1.
Penderita
kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklamsia ringan dan telah dirawat
selama 3 hari
2.
Bila
selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklamsia ringan : penderita dapat
dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklamsia ringan ( diperkirakan lama
perawatan 1-2 minggu ).
5.
Eklampsia
a.
Pengertian
Eklampsia adalah
kelainan akut pada wanita hamil, pada usia kehamilan 20 minggu atau lebih atau
pada masa nifas yang ditandai dengan adanya kejang dan atau koma, sebelumnya
didahului oleh tanda tanda pre eklampsia,
b.
Patofisiologis
Sama dengan pre
eklampsia dengan akibat yang lebih serius pada organ-organ hati, ginjal, otak,
paru-paru dan jantung yakni terjadi nekrosis dan perdarahan pada organ-organ
tersebut.
c.
Gejala
klinis
1)
Kehamilan
lebih 20 minggu atau persalinan atau masa nifas
2)
Tanda-tanda
pre eklampsia ( hipertensi, edema dan proteinuria )
3)
Kejang-kejang
dan/atau koma
4)
Kadang-kadang
disertai gangguan fungsi organ
d.
Pemeriksaan
dan diagnosis
1)
Berdasarkan
gejala klinis
2)
Pemeriksaan
laboratorium:
-
Adanya
protein dalam urin
-
Fungsi
organ hepar, ginjal, dan jantung
-
Fungsi
hematologi atau hemostasis
e.
Penatalaksanaan
1)
Tujuan
pengobatan :
-
Untuk
menghentikan dan mencegah kejang
-
Mencegah
dan mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi
-
Sebagai
penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin
1.
Kehamilan Mola Hidatidosa ( hamil anggur )
A.
Pengertian
Mola hidatidosa adalah
kehamilan dimana setelah terjadi fertilisasi tidak berkembang menjadi embrio,
tetapi proliferasi tropoblast, dan ditemukan villi korialis yang mengalami
perubahan degenerasi hidropik dan stroma yang hipo vaskular atau avaskular,
janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus
itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah
anggur.
Ada juga yang
mendefinisikan mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik
menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan,
embrio mati, mola tumbuh dengan cepat, ukuran uterus membesar dan menghasilkan
sejumlah besar human chorionic gonadotropin ( HCG ).
Dan definisi yang lain
dari mola hidatidosa yaitu disebut juga kehamilan anggur, yaitu adanya jonjot
korion ( chorionic villi ) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung
kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai anggur atau mata ikan.
Ini merupakan bentuk neoplasma troblas yang jinak.
B.
Penyebab
Penyebab mola
hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun diduga faktor penyebabnya adalah
:
1.
Faktor
ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan
2.
Imunoselektif
dari tropoblast
3.
Keadaan
sosio-ekonomi yang rendah
4.
Paritas
tinggi
5.
Kekurangan
protein
6.
Infeksi
virus dan faktor kromosom yang belum jelas
C.
Klasifikasi
Mola hidatidosa dapat
terbagi menjadi ;
1.
Mola
hidatidosa komplet ( klasik ), jika tidak ditemukan janin
2.
Mola
hidatidosa inkomplit ( parsial ), jika disertai janin atau bagian janin
D.
Gejala dan
Tanda
Pasien dengan adanya
kehamilan mola hidatidosa ini akan memiliki tanda dan gejala sebagai berikut :
1.
Pada
anamnesis ditemukan tanda dan gejala seperti berikut :
a)
Terdapat
gejala-gejala kehamilan muda yang lebih nyata dari kehamilan normal, misalnya
mual muntah yang berlebihan
b)
Kadang
kala ada tanda toksemia gravidarum ( pusing, gangguan penglihatan, dan tekanan
darah tinggi )
c)
Terdapat
perdarahan yang sedikit atau banyak, warna tengguli tua atau kecoklatan seperti
bumbu rujak, tidak teratur
d)
Pembesaran
uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan
e)
Keluar
jaringan mola ( seperti anggur ) yang merupakan diagnosis pasti, namun jaringan
mola ini tidak selalu ditemukan
2.
Pada
inspeksi ditemukan tanda dan gejala seperti berikut :
a)
Muka dan
terkadang badan kelihatan lebih pucat atau kekuning-kuningan, yang disebut muka
mola ( mola face )
b)
Jika
gelembung mola sampai keluar, maka tanda ini akan kelihatan lebih jelas
3.
Pada palpasi
ditemukan tanda dan gejala :
a)
Uterus
membesar tetapi tidak sesuai dengan usia kehamilan yang seharusnya
b)
Tidak
teraba bagian-bagian ballotement janin dan gerakan janin
c)
Adanya
fenomena harminica, yaitu fungsi fundus uteri yang turunketika darah dan gelembung
mola keluar, namun akan naik kembali karena terkumpulnya mola dan darah baru
4.
Pada
auskultasi ditemukan tanda dan gejala :
a)
Tidak
terdengar DJJ
b)
Terdengar
bising dan bunyi khas
5.
Pada tes
kehamilan ditemukan kadar HCG yang tinggi
6.
Pada
pemeriksaan dalam ditemukan tanda dan gejala :
a)
Rahim
lebih besar
b)
Konsistensi
lebih lembek
c)
Tidak ada
bagian-bagian janin
d)
Terdapat
perdarahan
e)
Teraba
jaringan di kanalis servikalis dan vagina
7.
Pada foto
rontgen abdomen tidak adanya kerangka janin ( pada usia kehamilan lebih dari 3
bulan )
8.
Pada
pemeriksaan USG kehamilan adanya gambaran badai salju ( gambaran khas pada
kehamilan mola ) dan tidak terlihat adanya janin
E.
Penatalaksanaan
1.
Penanganan
yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah: diagnosis dini akan
menguntungkan prognosis
2.
Pemeriksaan
USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya
sangat terbatas, dapat dilakukan :
a.
Evaluasi
klinik dengan fokus pada riwayat haid terakhir dan kehamilan
b.
Perdarahan
tidak teratur atau spotting
c.
Pembesaran
abnormal uterus
d.
Pelunakan
serviks dan korpus uteri
e.
Kajian uji
kehamilan dengan pengenceran urine
f.
Pastikan
tidak ada janin ( ballotement ) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan perasat
hanifa wiknjosastro atau acosta sison
3.
Langkah
pengosongan jaringan mola dengan segera
4.
Antisipasi
komplikasi ( krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus )
Pengelolaan mola
hidatidosa sebaiknya dilakukan dirumah sakit , adapun langkah-langkah
pengelolaannya adalah ;
a.
Pengelolaan
syok bila terjadi syok
b.
Transfusi
darah bila terjadi Hb < 8 gr %
c.
Kuretase
sebaiknya dengan vakum kuretase, kemudian dilanjutkan dengan sendok kuret yang
tumpulsetelah terjadi pengecilan uterus dan harus dilindungi dengan oksitosin
10 iu dalam 500 ml dextrose 5 % apabila sondase uterus >12 cm
d.
Pasca
kuretase diberikan ergometrin tablet 3x1 tablet/hari
e.
Pengamatan
lanjut dilakukan untuk kemungkinan keganasan pasca mola hidatidosa, selama 1-2
tahun dengan jadwal sebagai berikut:
1)
1x1 minggu
pertama selama 1 bulan ( 4x )
2)
1x2 minggu
selama 2 bulan ( 4x )
3)
1x1 bulan
selama 4 bulan ( 4x )
4)
1x3 bulan
selama 1 tahun ( 4x ). Dilakukan sampai 2x pemeriksaan berturut-turut negatif
f.
Untuk
tidak mengacaukan pengamatan, pasien dianjurkan menggunakan kontrasepsi kondom
dan tidak hamil selama pengawasan.
2.
Kehamilan Ektopik Terganggu ( KET )
A.
Pengertian
Kehamilan
ektopik adalah kehamilan yang terjadi diluar rahim, misalnya dalam tuba ,
ovarium, rongga perut, serviks, partsinterstisialis tuba, atau dalam tanduk
rudimenter rahim. Kehamilan ektopik dikatakan terganggu apabila berakhir dengan
abortus atau rupture tuba. Kebanyakan kehamilan ektopik terjadi didalam tuba
fallopi ( lebih dari 90 % ).
B.
Penyebab
Kehamilan ektopik terjadi karena hambatan pada
perjalanan sel telur dari indung telur ( ovarium ) ke rahim ( uterus ).
Dari beberapa studi faktor resiko yang
diperkirakan sebagai penyebabnya adalah :
1.
Infeksi
saluran telur ( salpingitis ), dapat menimbulkan gangguan pada motilitas
saluran telur
2.
Riwayat
operasi tuba
3.
Cacat
bawaan pada tuba, seperti tuba sangat panjang
4.
Kehamilan
ektopik sebelumnnya
5.
Aborsi
tuba dan pemakaian IUD
6.
Kelainan
zigot, yaitu kelainan kromosom
7.
Bekas
radang pada tuba, disini radang menyebabkan perubahan-perubahan pada
endosalping, sehingga walaupun fertilisasi dapat terjadi, gerakan ovum ke
uterus terlambat
8.
Operasi
pada tuba
9.
Abortus
buatan
C.
Patofisiologis
Prinsip
patofisiologisnya adalah adanya gangguan mekanik terhadap ovum yang telah
dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat kebutuhan
embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari
vaskularisasi tuba itu
Ada beberapa
kemungkinan akibat dari hal ini :
1.
Kemungkinan
“ tuba abortion “, lepas, keluar darah dan jaringan keujung distal (fimbrie)
kerongga abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi pada kehamilan ampulla, darah
yang keluar dan kemudian masuk kerongga peritoneum biasanya tidak begitu banyak
karena dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba
2.
Ruptur
dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya
pada kehamilan muda
3.
Rupture
dapatterjadi secara spontan atau karena trauma koitus dan pemeriksaan vaginal.
Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut kadang-kadang sedikit hingga
banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian
D.
Diagnosis
serta Gejala dan Tanda
Diagnosis serta gejala dan tanda klinis yang
biasanya ditemui adalah sebagai berikut :
1.
Pada
anamnesis ditemukan tanda dan gejala
amenore serta keluhan hamil muda dan gejala hamil lainnya
2.
Pada KET
jika terjadi abortus tuba, maka kemungkinan keluhan tidak begitu berat, hanya
ada rasa sakit diperut dan pengeluaran darah per vagina, yang kadang ditemukan
oleh diagnosis abortus biasa. Namun, bila terjadi ruptur tuba, aka gejala akan
lebih hebat dan dapat membahayakan jiwa ibu
3.
Perasaan
nyeri dan sakit yang tiba-tiba di perut seperti diiris-iris dengan pisau
disertai dengan muntah dan bisa sampai jatuh pingsan
4.
Tanda-tanda
akut nyeri abdomen dan pada pemeriksaan dalam adalah sebagai berikut :
a.
Adanya
nyeri goyang porsio, yaitu nyeri hebat yang dirasakan ibu ketika porsio
digerakkan/digoyangkan
b.
Douglas
crise, yaitu rasa nyeri tekan yang hebat ketika kavim douglas ditekan
c.
Kavum
douglas teraba menonjol karena adanya penumpukan darah
d.
Teraba
massa retrouterin ( massa pelvis )
e.
Pervaginam
keluar desisual cast
5.
Nyeri bahu
karena adanya rangsangan kediagfragma
6.
Terdapat
tanda cullen, yaitu adanya warna biru lebam pada linea alba atau sekitar pusat
7.
Pada
pemeriksaan palpasi dan perkusi terdapat tanda-tanda perdarahan intra-abdominal
8.
Pada
pemeriksaan HB serial ( diperiksa setiap 1 jam ) didapati penurunan kadar HB, selain itu juga
terjadi leukositosis
9.
Cara lain
yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa KET adalah dengan pemeriksaan diagnostic
laparaskopi dan USG
E.
Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya
adalah laparatomi. Pada laparatomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan
menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber pedarahan. Keadaan umum
penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut sebanyak mungkin
dikeluarkan
Dalam tindakan demikian, beberapa hal harus
dipertimbangkan yaitu : kondisi penderita pada saat itu, keinginan penderita
akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik. Hasil ini menentukanapakah
perlu dilakukan salpingektomi ( pemotongan bagian tuba yang terganggu ) pada
kehamilan tuba.
Dilakukan pemantauan terhadap kadar HCG (
kuantitatif ). Peninggian kadar HCG yang berlangsung terus menandakan masih
adanya jaringan ektopik yang belim terangkat
Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula
denagan transfusi, oksigen, atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga
antibiotika dan anti inflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan
sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih cepat dan harus dirawat inap di rumah
sakit.
3.
Hipertensi gravidarum
a.
Pengertian
Hipertensi dalam
kehamilan termasuk hipertensi karena kehamilan dan hipertensi kronik (
meningkatnya tekanan darah sebelum usia kehamilan 20 minggu ). Nyeri kepala,
kejang, dan hilangnya kesadaran sering berhubungan dengan hipertensi dalam
kehamilan.
1.
Tekanan
diastolik merupakan indikator untuk prognosis pada penanganan hipertensi dalam
kehamilan
2.
Tekanan
diastolik mengukur tekanan tahanan perifer dan tidak dipengaruhi oleh keadaan
emosi pasien ( seperti pada tekanan sistolik )
3.
Jika
tekanan diastolik ≥ 90 mmHg pada dua pemeriksaan berjarak 4 jam atau lebih,
diagnosisnya adalah hipertensi. Pada keadaan urgen, tekanan diastolik 110 mmHg
dapat dipakai sebagai dasar diagnosis, dengan jarak waktu pengukuran < 4
jam.
Jika hipertensi pada
kehamilan > 20 minggu, pada persalinan, atau dalam 48 jam sesudah
persalinan, diagnosisnya hipertensi dalam kehamilan.
b.
Klasifikasi
1.
Hipertensi
kronik
Hipertensi yang
menetap oleh sebab apapun, yang sudah ditemukan pada umur kehamilan kurang dari
20 minggu, hipertensi yang menetap setelah 6 minggu pasca persalinan.
Dasar Diagnosis :
1)
Anamnesa :
a)
penglihatan
b)
Nyeri
kepala
2)
Gangguan Pemeriksaan
fisik
Tekanan diastolik > 90 mmHg
3)
Pemeriksaan
penunjang
Protein urine ( - )
2.
Superimposed
preeklamsi
Hipertensi yang sudah
ada sebelum kehamilan dan diperberat oleh kehamilan
Dasar diagnosa
1)
Anamnesa
a.
Nyeri
kepala
b.
Gangguan
penglihatan
2)
Pemeriksaan
fisik
Tekanan
diastolic 90-110 mmHg
3)
Pemeriksaan
penunjang
Protein urine < ++
3.
Pre eklamsia
ringan
a.
Pengertian
Pre eklamsia ringan
adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau edema pada umur kehamilan 20 minggu atau
lebih atau pada masa nifas. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20
minggu pada penyakit trofoblas.
b.
Penyebab
Penyebab pre eklamsia
ringan belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap sebagai “
maladaptation syndrome “ akibat vasospasme general dengan segala akibatnya.
c.
Gejala
klinis
Gejala klinis pre
eklamsia ringan meliputi :
1)
Hipertensi
: sistolik / diastolik e” 140 / 90 mmHg
2)
Proteinuria
: secara kuantitatif llebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara kualitatif
positif 2 ( +2 ).
3)
Edema pada
pretibia, dinding abdomen lumbosakral, wajah atau tangan
4)
Timbul
salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda pre eklamsia berat
d.
Pemeriksaan
dan diagnosis
1)
Kehamilan
20 minggu atau lebih
2)
Kenaikan
tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih dengan pemeriksaan 2 kali selang 6 jam
dalam keadaan istirahat ( untuk pemeriksaan pertama dilakukan 2 kali setelah
istirahat 10 menit )
3)
Edema pada
tungkai ( pretibial ), dinding perut, lumbosakral, wajah atau tungkai
4)
Proteinuria
lebih 0,3 gram/liter/24 jam kualitatif (++)
e.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan rawat
jalan pasien pre eklamsia ringan :
1)
Banyak
istirahat ( berbaring tidur / miring )
2)
Diet :
cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
3)
Sedativa
ringan : tablet phenobarbital 3x 30 mg atau diazepam 3x2 mg per oral selama 7
hari
4)
Roborantia
5)
Kunjungan
ulang setiap 1 minggu
6)
Pemeriksaan
laboratorium : hemoglobin, hematokrit, trombosit, urine lengkap, asam urat
darah, fungsi hati, fungsi ginjal
Penatalaksanaan
rawat tinggal pasien pre eklamsia ringan berdasarkan kriteria : Setelah 2
minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya perbaikan dari
gejala-gejala pre eklamsia seperti :
1)
Kenaikan
berat badan ibu 1 kg atau lebih per minggu selama 2 kali berturut-turut ( 2
minggu )
2)
Timbul
salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda pre eklamsia berat
Bila
setelah 1 minggu perawatan diatas tidak ada perbaikan maka pre eklamsia ringan
dianggap sebagai pre eklamsia berat. Bila dalam perawatan di rumah sakit sudah
ada perbaikan sebelum 1 minggu dan kehamilan masih preterm maka penderita tetap
dirawat selama 2 hari lagi baru dipulangkan. Perawatan lalu disesuaikan dengan
perawatan rawat jalan.
Perawatan obstetri pasien pre eklamsia ringan
:
·
Kehamilan
preterm ( kurang 37 minggu )
a)
Bila
desakan darah mencapai normotensif selama perawatan, persalinan ditunggu sampai
aterm
b)
Bila
desakan darah turun tetapi belum mencapai normotensif selama perawatan maka
kehamilannya dapat diakhiri pada umur kehamilan 37 minggu atau lebih
c)
Kehamilan
aterm ( 37 minggu atau lebih ). Persalinan ditunggu sampai terjadi usia
persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan persalinan pada tafsiran
tanggal persalinan
d)
Cara
persalinan : persalinan dapat dilakukan secara spontan. Bila perlu memperpendek
kala II
4.
Pre
Eklamsia Berat
a.
Pengertian
Pre eklamsia berat
adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi
160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20
minggu atau lebih.
b.
Kriteria
diagnostik
Ditandia oleh salah
satu hal dibawah ini :
1)
Tekanan
darah sistolik atau sama 160 mmHg atau diastolik lebih atau sama dengan 110
mmHg, tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah rawat baring di
rumah sakit
2)
Protein
uria 5 gram atau lebih per 24 jam atas kualitatif positif 3 atau 4
3)
Oliguria
yaitu produksi urin kurang dari 500 cc per 24 jam disertai dengan kenaikan
kreatinin plasma
4)
Gangguan
visus dan cerebral
5)
Nyeri
epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas abdomen
6)
Edema paru
cyanosis
7)
Pertumbuhan
janin intra uterin terlambat
8)
Adanya
HELLP syndrome ( hemolisis, elevated liver function test and low platelet count
)
c.
Penatalaksanaan
Ditinjau dari umur
kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre eklamsia berat selama perawatan
maka perawatan dibagi menjadi :
1)
Perawatan
aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan
medisinal
a)
Sedapat
mungkin sebelum perawatn aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan
fetal assesment ( NST & USG )
b)
Indikasi
1.
Ibu
-
Usia
kehamilan 37 minggu atau lebih
-
Adanya
tanda-tanda atau gejala impending eklamsia
-
Kegagalan
terapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan medika-mentosa terjadi
kenaikan tekanan darah atau setelah 24 jam terapi medikamentosa tidak ada
perbaikan
2.
Janin
-
Hasil
fetal assesment jelek ( NST $ USG )
-
Adanya
tanda IUGR
3.
Laboratorium
-
Adanya “
HELLP syndrome “ ( hemolisis dan peningkatan funsi hepar, trombositopenia ).
c)
Pengobatan
medikamentosa yaitu :
1.
Segera
masuk rumah sakit
2.
Tidur
baring, miring ke satu sisi ( sebaiknya kiri ), tanda vital diperiksa setiap 30
menit, refleks patella setiap jam
3.
Infus
dextrose 5 % dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125 cc/jam)
500 cc
4.
Antasida
5.
Diet cukup
protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
6.
Pemberian
obat anti kejang: diazepam 20 mg IV dilanjutkan dengan 40 mg dalam Dekstrose 10
% selama 4-6 jam atau MgSO4 40 % 5 gram IV pelan-pelan dilanjutkan 5 gram dalam
RL 500 c untuk 6 jam
7.
Diuretik
tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung
kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/IV
8.
Antihipertensi
diberikan bila : tekanan darah sistolik e”180 mmHg, diastolik e” 110 mmHg atau
MAP lebih 125 mmHg . Dapat diberikan catapres ½ - 1 ampul IM dapat diulang tiap
4 jam , atau alfametildopa 3x 250 mg, dan nifedipin sublingual 5-10 mg
d)
Pengobatan
Obstetrik
1.
Cara
terminasi kehamilan yang belum inpartu
-
Induksi
persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai bishop 5 atau lebih dan
dengan fetal heart monitoring
-
Seksio
sesaria bila :
a)
Fetal
assesment jelek
b)
Syarat
tetesan oksitosin tidak dipenuhi ( nilai bishop kurang dari 5 ) atau adanya
kontraindikasi tetesan oksitosin
c)
12 jam
setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif
d)
Pada
primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesaria
2.
Cara
terminasi kehamilan yang sudah inpartu
-
Kala I
a)
Fase laten
: 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria
b)
Fase aktif
: amniotomi , bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka
dilakukan seksio sesaria ( bila perlu dilakukan tetesan oksitosin )
-
Kala II
Pada persalinan per
vaginam , maka kala II diselesaikan dengan partus buatan, amniotomi dan tetesan
oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian terapi
medikamentosa. Pada kehamilan 32 minggu atau kurang , bila keadaan
memungkinkan, terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk memberikan kortikosteroid.
2)
Perawatan
konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medisinal
a)
Indikasi :
bila kehamilan preterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda inpending
eklamsia dengan keadaan janin baik
b)
Terapi
medikamentosa : sama dengan terapi medikamentosa pada pengelolaan aktif. Hanya
loading dose MgSO4 tidak diberika intravenous, cukup intramuskuler saja dimana
4 gram pada bokong kiri dan 4 gram pada bokong kanan .
c)
Pengobatan
obstetri
1.
Selama
perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif
hanya disini tidak dilakukan terminasi
2.
MgSO4
dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre eklamsia ringan,
selambat-lambatnya dalam 24 jam
3.
Bila
setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap terapi medikamentosa gagal dan
harus diterminasi
4.
Bila
sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu MgSO4 20 % 2
gram intravenous.
d)
Penderita
dipulangkan bila :
1.
Penderita
kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklamsia ringan dan telah dirawat
selama 3 hari
2.
Bila
selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklamsia ringan : penderita dapat
dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklamsia ringan ( diperkirakan lama
perawatan 1-2 minggu ).
5.
Eklampsia
a.
Pengertian
Eklampsia adalah
kelainan akut pada wanita hamil, pada usia kehamilan 20 minggu atau lebih atau
pada masa nifas yang ditandai dengan adanya kejang dan atau koma, sebelumnya
didahului oleh tanda tanda pre eklampsia,
b.
Patofisiologis
Sama dengan pre
eklampsia dengan akibat yang lebih serius pada organ-organ hati, ginjal, otak,
paru-paru dan jantung yakni terjadi nekrosis dan perdarahan pada organ-organ
tersebut.
c.
Gejala
klinis
1)
Kehamilan
lebih 20 minggu atau persalinan atau masa nifas
2)
Tanda-tanda
pre eklampsia ( hipertensi, edema dan proteinuria )
3)
Kejang-kejang
dan/atau koma
4)
Kadang-kadang
disertai gangguan fungsi organ
d.
Pemeriksaan
dan diagnosis
1)
Berdasarkan
gejala klinis
2)
Pemeriksaan
laboratorium:
-
Adanya
protein dalam urin
-
Fungsi
organ hepar, ginjal, dan jantung
-
Fungsi
hematologi atau hemostasis
e.
Penatalaksanaan
1)
Tujuan
pengobatan :
-
Untuk
menghentikan dan mencegah kejang
-
Mencegah
dan mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi
-
Sebagai
penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin
-
Mengakhiri
kehamilan dengan trauma ibu seminimal mungkin
2)
Penanganannya
-
Terapi
medikamentosa sama seperti pengobatan pe eklampsia berat kecuali bila timbul
kejang-kejang lagi maka dapat diberikan MgSO4 2 gram intravenous selama 2 menit
minimal 20 menit setelah pemberian terakhir. Dosis tambahan 2 gram hanya
diberikan 1 kali saja. Bila setelah diberi dosis tambahan masih tetap kejang
maka diberikan amobarbital/thiopental 3-5 mg/kgBB/IV perlahan-lahan
-
Perawatan
bersama : konsul bagian saraf, penyakit dalam atau jantung, mata, anestesi dan
anak
-
Perawatan
pada serangan kejang : dikamar isolasi yang cukup terang atau ICU
3)
Pengobatan
obstetrik
-
Apabila
pada pemeriksaan, syarat-syarat untuk mengakhiri persalinan pervaginam dipenuhi
maka persalinan tindakan dengan trauma yang minimal
-
Apabila
penderita sudah inpartu pada fase aktif, langsung dilakukan amniotomi lalu
diikuti partograf. Bila ada kemacetan dilakukaan seksio sesar.
-
Tindakan
seksio sesar dilakukan pada keadaan : penderita belum inpartu, fase laten,
gawat janin.-
Mengakhiri
kehamilan dengan trauma ibu seminimal mungkin
2)
Penanganannya
-
Terapi
medikamentosa sama seperti pengobatan pe eklampsia berat kecuali bila timbul
kejang-kejang lagi maka dapat diberikan MgSO4 2 gram intravenous selama 2 menit
minimal 20 menit setelah pemberian terakhir. Dosis tambahan 2 gram hanya
diberikan 1 kali saja. Bila setelah diberi dosis tambahan masih tetap kejang
maka diberikan amobarbital/thiopental 3-5 mg/kgBB/IV perlahan-lahan
-
Perawatan
bersama : konsul bagian saraf, penyakit dalam atau jantung, mata, anestesi dan
anak
-
Perawatan
pada serangan kejang : dikamar isolasi yang cukup terang atau ICU
3)
Pengobatan
obstetrik
-
Apabila
pada pemeriksaan, syarat-syarat untuk mengakhiri persalinan pervaginam dipenuhi
maka persalinan tindakan dengan trauma yang minimal
-
Apabila
penderita sudah inpartu pada fase aktif, langsung dilakukan amniotomi lalu
diikuti partograf. Bila ada kemacetan dilakukaan seksio sesar.
-
Tindakan
seksio sesar dilakukan pada keadaan : penderita belum inpartu, fase laten,
gawat janin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar